Senin, 23 Juli 2018

GURU WAJIB MENGAJAR 24 JAM DAN IMPLIKASINYA

Sertifikasi guru, tak dapat dipungkiri membangun dinamika baru dalam dunia pendidikan, khususnya pada komunitas sekolah.  Perubahan situasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, guru begitu antusias ikut seminar pendidikan, banyak guru rajin membuat media pendidikan, atau banyak guru yang tidak mau jam mengajarnya dikurangi karena diwajibkan mengajar 24 jam dalam seminggu. Sebuah potret baru dalam dunia pendidikan kita, mungkin sulit kita jumpai pada kurun waktu sebelum diadakan program sertifikasi guru.
            Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009, tentang Pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan, menjadi dasar hukum mengenai beban kerja minimal seorang guru. Dalam pasal 1, dijelaskan bahwa : “ Beban kerja guru paling sedikit ditetapkkan 24 jam (dua puluh empat jam) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki ijin pendirian dari pemerintah atau pemerintah daerah.”
            Bagi sekolah-sekolah yang kekurangan guru, kebijakan tersebut tidak akan menimbulkan permasalahan. Namun, bagi sekolah-sekolah yang kelebihan guru akan menimbulkan problema baru. Namun, bila mencermati pasal-pasal dalam Permendiknas No.39 tersebut, problema kekurangan jam kerja minimal guru 24 jam akan didapatkan solusi. Pada pasal 2, jika disekolah pangkal (induk) tetap tidak dapat memenuhi kekurangan jam minimal, dapat mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi pangkalnya baik negeri maupun swasta sebagai guru kelas atau guru mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik.
            Jika satuan administrasi (sekolah) di luar sekolah pangkalnya, ternyata kondisinya sama, kelebihan tenaga guru, maka kekurangan jam mengajar dapat diberikan tugas tertentu kepada guru yang kekurangan beban minimal 24 jam, misal menjadi wakil kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, yang menurut pasal 1 dalam Permendiknas No. 39 jabatan-jabatan itu setara dengan 12 jam tatap muka. Yang menjadi persoalan, apakah sekolah-sekolah yang memiliki perpustakaan dengan koleksi buku sedikit  kepala perpustakaannya diberi kompensasi 12 jam. Contoh  lain, sebuah sekolah yang memiliki sebuah laboratorium yang jarang digunakan juga diberikan kompensasi 12 jam bagi kepala laboratoriumnya?
            Ada jalan lain untuk memenuhi kekurangan jam mengajar ketika di sekolah induk  seorang guru tidak dapat memenuhi beban minimal 24 jam, maka dapat menambah kekurangan beban mengajarnya dengan menambah di sekolah yang bukan sekolah pangkalnya. Namun, guru tersebut  harus melaksanakan tugas mengajar di sekolah pangkalnya minimal 6 jam tatap muka selama seminggu (pasal 2, ayat 2).
            Guru yang bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus yaitu guru yang ditugaskan pada daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi tetap dapat memenuhi beban minimal 24 jam tatap muka, dengan cara diusulkan oleh kepala dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, kantor Departemen Agama kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk memperoleh ekuivalensi (pasal 3).
            Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009 ini, guru dalam jabatan yang bertugas selain di
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dalam keadaan kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu di wilayah kabupaten/kota, dapat memenuhi beban mengajar minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dengan cara: a. mengajar mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/atau mengajar mata pelajaran lain yang
tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain;
b. menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program pendidikan keaksaraan; c. menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah terbuka d. menjadi guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP); e. membina kegiatan ektrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka), Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja (KIR), Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pecinta Alam (PA), Palang Merah Remaja (PMR), Jurnalistik/Fotografi, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan sebagainya; f. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap dan perilaku siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir diri;g. melakukan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;
h. melakukan pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
            Ruh dari Permendiknas No. 39 Tahun 2009 adalah pemerataan guru, sehingga mestinya sekolah-sekolah yang kelebihan guru tidak berupaya memanipulasi data beban minimal guru, mencari titik celah untuk menghindari redistribusi guru. Dan, pemerintah khususnya Dinas Pendidikan Kota / Kabupaten hendaknya konsisten menerapkan peraturan ini. Jika peraturan ini secara konsisten diterapkan, maka ketimpangan distribusi guru di daerah pedesaan dan perkotaan akan dapat dieliminasi. Pemerataan guru diharapkan menjadi media pemerataan kualitas pendidikan secara nasional. Semoga. (Wahyudi Oetomo) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar