Senin, 23 Juli 2018

GURU, Antara Kenaikan Tunjangan dan Kinerja?

Perhatian pemerintah empat tahun terakhir ini terhadap kesejahteraan guru sungguh luar biasa. Sebagai wujud amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pemerintah memiliki tekad yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Melalui program sertifikasi guru yang berimplikasi diberikannya tunjangan profesi bagi guru yang telah lulus sertifikasi diyakini akan memberikan korelasi positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional.
            Menurut banyak pemerhati pendidikan, rendahnya mutu pendidikan nasional salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat kesejahteraan guru, sehingga banyak guru memiliki profesi sampingan untuk memenuhi kebutuhan dapurnya, dan itu berdampak kepada semakin rendahnya intensitas waktu untuk kegiatan keguruannya, misalnya tidak sempat mengoreksi ulangan siswanya, atau tidak punya waktu untuk menyiapkan rencana pembelajaran.
            Saat pemerintah belum memiliki kemampuan untuk memberikan tunjangan profesi kepada semua guru, jadilah pemerintah memberikan tunjangan itu secara selektif dengan memberi kesempatan kepada guru yang lebih lama masa kerjanya dan sudah sarjana terlebih dahulu mengikuti program ini.  Guru-guru yang belum mengikuti program sertifikasi guru merasa diperlakukan diskriminatif, padahal kinerja mereka tidak kalah dengan guru-guru yang sudah mengikuti sertifikasi guru.
            Perintah rupanya responsif terhadap kegelisahan guru-guru yang belum mengikuti sertifikasi guru, dengan dikeluarkannya Perpres no: 52 Tahun 2009 tentang penetapan tambahan penghasilan bagi guru PNS yang belum mendapatkan tunjangan profesi sebesar 250 ribu rupiah perbulan.  Tambahan penghasilan bagi guru-guru yang belum mengikuti sertifikasi guru akan memperkecil jurang pemisah besar penghasilan antara guru yang sudah ikut sertifikasi dan yang belum mengikuti program tersebut. Kecemburuan sosial terhadap guru-guru yang sudah disertifikasi karena  mendapat tunjangan profesi yang belum dinikmati oleh guru lain akan diminimalisir  saat guru-guru yang belum disertifikasi mendapat tambahan penghasilan.
            Saat guru yang sudah lulus sertifikasi dan yang belum mengikuti sertifikasi telah memperoleh tambahan penghasilan diharapkan akan membawa dampak peningkatan kinerja profesional para guru di negeri ini. Pertanyaan terbesar saat ini, apakah nilai milyaran rupiah yang dikeluarkan pemerintah dalam pemberian tunjangan profesi dan tambahan penghasilan bagi guru yang belum mengikuti sertifikasi telah dibayar dengan perubahan kinerja para guru dalam konteks meningkatkan kualitas pendidikan nasional?
            Perlu ada penelitian yang sahih tentang korelasi peningkatan penghasilan guru terhadap peningkatan profesionalismenya. Selama ini pemerintah menyandarkan kebijakannya pada asumsi bahwa salah satu pilar peningkatan kualitas pendidikan ada pada peningkatan kesejahteraan guru. Banyak pakar pendidikan yang berpendapat bahwa lambatnya laju peningkatan kualtas pendidikan nasional karena rendahnya penghasilan guru. Lalu, lahirlah UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang orientasi utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen, yang diyakini akan berimplikasi positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional.
            Namun, banyak fakta empirik di depan mata, guru-guru yang telah memperoleh tunjangan profesi tidak menunjukkan peningkatan kinerja profesionalnya. Bahkan, banyak yang justru makin melemah semangatnya, karena dianggap sertifikasi guru adalah puncak karir seorang guru.  Banyak guru, pada saat menyusun portofolio, semua perangkat pembelajarannya lengkap, namun setelah lulus sertifikasi tak pernah lagi membuat dan memperbaharui perangkat pembelajarannya.
            Jika kontrol pasca sertifikasi guru tidak pernah dilakukan oleh pemerintah, dana milyaran rupiah untuk program ini tidak akan berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan nasional. Mestinya, harus ada re-sertifikasi dalam kurun waktu tertentu dengan tujuan menjaga kontinyuitas kinerja profesional guru-guru yang telah disertifikasi. Karena jika tidak, kinerja guru-guru yang telah disertifikasi akan terus melorot karena merasa posisinya “aman”, dan akan selamanya menerima tunjangan profesi.
            Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dapat menjadi institusi yang berwenang melakukan pemantauan kinerja guru. Lembaga ini akan memantau kinerja guru yang telah disertifikasi dan memperoleh tunjangan profesi apakah benar-benar melaksanakan tugas dengan baik dan profesional. Inisiatif pemantauan kinerja guru itu telah dimulai oleh LPMP Sumatera Utara, meski masih merasa berat karena jumlah guru yang harus dipantau jumlahnya sangat banyak, demikian juga rendahnya anggaran yang tersedia untuk pemantauan tersebut.
            Setelah kinerja guru yang telah disertifikasi dipantau dan dinilai kinerjanya, ternyata dijumpai penurunan kinerja, misalnya mengajar kurang dari 24 jam pelajaran, sering absen mengajar,  maka perlu ada sangsi yang tegas terhadap guru yang bersangkutan. Membekukan tunjangan profesinya atau mencabut tunjangan tersebut. Sangsi terberatnya adalah mencabut sertifikat profesinya karena tidak mereprentasikan seorang guru yang bergelar guru profesional.
            Pemberdayaan lembaga pemantau kinerja guru bersertifikasi perlu dioptimalkan. Jika tidak ada satu pun lembaga pemantau kinerja guru bersertifikasi maka diprediksi akan berdampak terhadap penurunan kinerja profesional guru bersertifikasi. Kekhawatiran penurunan kinerja profesional guru bersertifikasi sangat beralasan karena ada keyakinan di benak guru bersertifikat guru profesional akan seterusnya hingga pensiun menerima tunjangan profesi. Setelah lulus sertifikasi banyak guru yang justru semakin menurun kinerjanya.
            Jika seorang guru telah memiliki kinerja yang baik sudah sewajarnya bila pemerintah memberikan reward penghasilan yang memadai. Jangan sampai guru yang memiliki kinerja buruk justru yang menikmati penghasilan lebih, sedangkan yang memiliki kinerja bagus tidak menikmati tambahan penghasilan tersebut.
            Alokasi dana milyaran rupiah yang dikeluarkan pemerintah jangan sampai tidak memiliki korelasi positif dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional. Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional melalui peningkatan kesejahteraan guru harus direspon positif oleh segenap guru. Terlalu mahal biaya yang harus dibayar oleh pemerintah bila kinerja guru profesional hanya biasa-biasa saja. Jika menurut hasil evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah, misalnya oleh LPMP, menunjukkan tidak ada korelasi positif antara program sertifikasi guru dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional, keberadaan program sertifikasi guru perlu ditinjau ulang. Kalau ingin program sertifikasi guru tetap dipertahankan perlu ada program re-sertifikasi secara periodik bagi guru-guru yang telah disertifikasi untuk menjaga stabilitas kinerja profesionalnya. (Wahyudi Oetomo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar