Minggu, 27 Agustus 2017

Apa yang salah dengan pembinaan olah raga Indonesia?

Hingga hari ke delapan Sea Games 2017 posisi Indonesia masih tertahan di peringkat 5, di bawah Singapura yang hari ini digeser Thailand. Melihat selisih medali emas dengan Singapura yang cukup jauh (17 emas), rasanya berat menggeser Singapura.

Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima)  menargetkan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan 61 emas dalam pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (Sea Games) 2017. Pada saat tulisan ini di-posting, Indonesia baru meraih 31 emas. Meskipun masih ada beberapa cabang olahraga yang masih memiliki potensi merebut medali emas, rasanya target 61 emas tidak akan bisa dicapai.

Pertanyaan yang kerap muncul dalam pikiran sebagian besar masyarakat kita, mengapa prestasi olahraga negara kita kian hari kian terpuruk, padahal penduduk kita yang paling banyak? Singapura yang penduduknya tidak sampai enam juta orang, masih mengungguli Indonesia dalam klasemen sementara. Apa yang salah dengan pembinaan olah raga di tanah air?


Menurut Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, pembangunan olahraga di Indonesia masih perlu peningkatan dan pengembangan lebih lanjut, karena di samping harus mengejar ketinggalan dengan negara-negara lain, Indonesia juga masih me¬miliki berbagai kendala dalam pembinaannya. Masalah yang dihadapi dunia olahraga Indonesia, yaitu:
1.    Belum optimalnya kemauan politik (political will) pemerintah dalam menangani olahraga. Hal ini ditandai antara lain: lembaga yang menangani olahraga belum secara herarkhis-vertikal terpadu; kegiatan olahraga dikenai pajak; dana terbatas; dan lain-lain.
2.    Sistem pembinaan belum terarah. Kurangnya keterpaduan dan kesinambungan penyusunan pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga serta pelaksanaan operasionalnya mengenai kegiatan pemassalan, pembibitan, dan peningkatan prestasi sebagai suatu sistem yang saling kait-mengkait. Sebagai indikatornya antara lain: belum memiliki sistem rekruitmen calon atlet; pemilihan olahraga prioritas belum tepat; dan lain-lain.
3.    Lemahnya kualitas Sumber Daya Insani olahraga. Rendahnya kualitas pelatih dan kurang optimalnya peran guru pendidikan jasmani di luar sekolah merupakan sebagian indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas.
4.    Belum optimalnya peran Lembaga Pendidikan Tinggi Olahraga (LPTO), seperti Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK); Fakultas/ Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK/JPOK), Program Studi-Program Studi yang menangani disiplin ilmu keolahragaan dalam Program Pascasarjana. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya kualitas lulusan; banyak SDI yang tidak terlibat dalam kegiatan olahraga di luar kampus sesuai dengan potensinya, dan lain-lain.
5.    Lemahnya peran Lembaga/Bidang Penelitian dan Pengembangan Olahraga. Indikatornya adalah: perhatian terhadap lembaga tersebut rendah; data tentang keolahragaan (misalnya data: atlet, pelatih, kelembagaan) belum lengkap; dan lain-lain.
6.    Terbatasnya sarana dan prasarana.  Tidak seimbangnya antara pengguna dan fasilitas yang tersedia, bahkan fasilitas olahraga yang telah ada beralih fungsi, dan lain-lain.
7.    Sulitnya pemanfaatan fasilitas olahraga. Karena terbatasnya fasilitas, maka berdampak pada sulitnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Bahkan untuk kebutuhan pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah pun masih jauh dari memadai. Untuk fasilitas tertentu,  Pengguna harus mambayar.
8.    Masih kaburnya pemahaman dan penerapan pendidikan jasmani dan olahraga. Terutama di sekolah, masih banyak dijumpai pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi pada peningkatan prestasi olahraga. Padahal seharusnya pendidikan jasmani tersebut diarahkan pencapaian tujuan pendidikan. Pencapaian prestasi di sekolah dapat dilakukan pada kegiatan ekstrakurikuler.


Sistem pembangunan olahraga yang digunakan di Indonesia adalah sistem piramida, yang meliputi tiga tahap, yaitu (1) pemassalan; (2) pembibitan; dan (3) peningkatan prestasi.
1. Pemassalan Olahraga

Pemassalan adalah mempolakan keterampilan dan kesegaran jasmani secara multilateral dan landasan spesialisasi. Pemassalan olahraga bertujuan untuk mendorong dan menggerakkan masya¬rakat agar lebih memahami dan menghayati langsung hakikat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup, khususnya jenis olah¬raga yang bersifat mudah, murah, menarik, bermanfaat dan massal. Kaitannya dengan olahraga prestasi; tujuan pemassalan adalah melibatkan atlet sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari upaya peningkatan prestasi olahraga.
Pemassalan olahraga merupakan dasar dari teori piramida dan sekaligus merupakan landasan dalam proses pembibitan dan pemanduan bakat atlet.
Pemassalan olahraga berfungsi untuk menumbuhkan kesehatan dan kesegaran jasmani manusia Indonesia dalam rangka membangun manusia yang berkualitas dengan menjadikan olahraga sebagai bagian dari pola hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dalam pembangunan olahraga perlu selalu meningkatkan dan memperluas pemassalan di kalangan bangsa Indonesia dalam upaya membangun kesehatan dan kesegaran jasmani, mental dan rokhani masyarakat serta membentuk watak dan kepribadian, displin dan sportivitas yang tinggi, yang merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia. Pemassalan dapat pula berfungsi sebagai wahana dalam penelusuran bibit-bibit untuk membentuk atlet berprestasi.
Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat merupakan bentuk upaya dalam melakukan pemassalan olahraga. Dalam olahraga prestasi, pemassalan seharusnya dimulai pada usia dini.
Bila dikaitkan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemassalan sangat baik jika dimulai sejak masa kanak-kanak, terutama pada akhir masa kanak-kanak (6-12 tahun). Pada masa ini merupakan tahap perkembangan keterampilan gerak dasar.

2. Pembibitan Atlet
Pembibitan atlet adalah upaya mencari dan menemukan individu-individu yang memiliki potensi untuk mencapai prestasi olahraga di kemudian hari, sebagai langkah atau tahap lanjutan dari pemassalan olahraga.
Pembibitan yang dimaksud adalah menyemaikan bibit, bukan mencari bibit. Ibaratnya seorang petani yang akan menanam padi, ia tidak membawa cangkul mencari bibit ke hutan, tetapi melakukan penyemaian bibit atau membuat bibit dengan cara tertentu, misalnya dengan memetak sebidang tanah sebagai tempat pembuatan bibit yang akan ditanam.
Pembibian dapat dilakukan dengan melaksanakan identifikasi bakat (Talent Identification), kemudian dilanjutkan dengan tahap pengembangan bakat (Talent Development). Dengan cara demikian, maka proses pembibitan diharapkan akan lebih baik.
Ditinjau dari sudut pertumbuhan dan perkembangan gerak anak, merupakan kelanjutan dari akhir masa kanak-kanak, yaitu masa adolesensi.
Pelaksanaan pembibitan atlet ini menjadi tanggung jawab pengelola olahraga pada tingkat eksekutif-taktik dan sekaligus bertanggung jawab pada pembinaan di tingkat di bawahnya, yaitu pada tahap pemassalan olahraga. Di sini disusun program yang mampu memunculkan bibit-bibit, baik di tingkat kotamadya/kabupaten maupun di tingkat propinsi. Adanya kejuaraan-kejuaraan yang teratur merupakan salah satu cara untuk merangsang dan memacu munculnya atlet-atlet agar berlatih lebih giat dalam upaya meningkatkan prestasinya.

3. Peningkatan Prestasi
Prestasi olahraga merupakan puncak penampilan atlet yang dicapai dalam suatu pertandingan atau perlombaan, setelah melalui berbagai macam latihan maupun uji coba. Pertandingan/perlombaan tersebut dilakukan secara periodik dan dalam waktu tertentu.
Pencapaian prestasi yang setinggi-tingginya merupakan puncak dari segala proses pembinaan, baik melalui pemassalan maupun pembibitan.
Dari hasil proses pembibitan akan dipilih atlet yang makin menampakkan prestasi olahraga yang dibina. Di sini peran pengelola olahraga tingkat politik-strategik bertanggung jawab membina atlet-etlet ini yang memiliki kualitas prestasi tingkat nasional.
Para pengelola olahraga tingkat politik-strategik pada dasarnya bertanggung jawab terhadap sistem pembangunan olahraga secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pengorganisasian program pembinaan jangka panjang dapat dikemukakan bahwa (1) masa kanak-kanak berisi program latihan pemula (junior awal) yang merupakan usia mulai berolahraga dalam tahap pemassalan; (2) masa adolesensi berisi program latihan junior lanjut yang merupakan usia spesialisasi dalam tahap pembibitan; dan (3) masa pasca adolesensi berisi program latihan senior yang merupakan usia pencapaian prestasi puncak dalam tahap pembinaan prestasi.

Kita masih menunggu prestasi olahraga Indonesia kembali ke kejayaannya. Bravo olahraga Indonesia !

Sabtu, 26 Agustus 2017

Perolehan Sementara Medali SEAGAMES Kualalumpur 2017 (Jam 15.51 WIB)


















 Sampai tulisan ini diposting perolehan medali Indonesia di ajang Seagames Malaysia 2017 masih bertahan di urutan lima di bawah Thailand dengan mengumpulkan 25 emas. Sementara tuan rumah Malaysia masih kokoh di puncak klasemen dengan 75 medali emas.

Sumber:
https://www.kualalumpur2017.com.my/seagames-country.cshtml