Kamis, 30 Oktober 2014

Autisme



Autisme berakar dari autos, kata dalam bahasa Yunani yang berarti sendiri, maksudnya mendeskripsikan kondisi dimana seseorang menarik diri dari interaksi sosial. Difinisi ini secara serentak digunakan pada awal 1900-an.
Masalah autis menjadi salah satu gangguan perkembangan yang tumbuh paling cepat di seluruh dunia saat ini. Berbagai faktor bisa menjadi pemicu, seperti kekurangan oksigen, protein, energi, dan zat-zat mikro. Seperti yang di lansir dalam harian Kompas, Autisme merupakan gangguan pada otak yang berefek pada kemampuan interaksi sosial anak. Sebanyak 50% autisme disebabkan oleh kelainan kromosom saat penyusunan otak. Pada anak penyandang autisme, wilayah otak yang disebut frontal cortex yang terdiri atas prefrontal cortex dan temporal cortex tidak dapat berfungsi secara sempurna. “Kelainan ini menyebabkan otak tidak dapat memberi perintah terkait ekspresi, emosi, dan interaksi sosial. Perintah tersebut ada di bagian frontal cortex,” kata psikiater dr. Dwijo Saputro Sp.KJ dalam seminar sehari Peringatan Hari Autisme Sedunia.
Otak individu tanpa autis juga berbeda secara kimiawi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Prof. Daniel Geschwind dari University of California, Los Angeles. Hasil penelitian menunjukkan, bagian prefrontal dan temporal pada autis menghasilkan protein yang sama. Pola ini, menurut Geschwind tampak pada penderita autis. “Padahal pada otak tanpa autis, tiap bagian dikendalikan susunan gen yang berbeda. Susunan gen tersebut akan menghasilkan protein yang berbeda. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada penyandang autisme,” kata Geschwind seperti yang dilansir situs BBC.
Penelitian lain yang digagas Geschwind dilakukan di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Sampel penelitian sekitar 19 otak anak autis dan 17 otak tanpa autis. Dari hasil perbandingan terungkap, ada sekitar 209 gen terkait cara kerja dan komunikasi sel otak bekerja dalam tingkat yang lebih rendah dibanding otak individu tanpa autis. Sementara itu, 235 gen yang berhubungan dengan daya tahan dan respon luka diekspresikan dengan lebih kuat. Riset lainnya menunjukkan, otak penyandang autisme juga memiliki badan sel saraf (neuron) lebih banyak 67 persen di bagian prefrontal kortex, dibanding yang tanpa autis. Jumlah total sel neuron penyandang autisme sekitar 1,9 milyar, sedangkan non autisme 1,7 milyar. Akibatnya, bobot otak penyandang autis cenderung lebih berat. “Hal ini mengindikasikan adanya keadaan abnormal. Bisa potensi koneksi yang meningkat, atau justru sebaliknya,” ungkap peneliti Dr. Eric Courchesne, Director of the National Institute of Health-University of California-San Diego School of Medicine Autism Center of Excellence.

Rabu, 29 Oktober 2014

Sisipan

Sekolah tempatku mengajar, minggu ini membuat sumpek
Raport sisipan yang sudah direncanakan Sabtu, masih menyisakan banyak kerjaaan
Adaptasi kurikulum baru, ternyata butuh waktu
Perubahan dinamika tak mudah diterima
Hingga akhirnya terus diundur
Entahlah...........