Senin, 23 Juli 2018

Merekrut Guru Hebat untuk Kemajuan Bangsa

Berbagai terobosan baru dilakukan oleh perintah saat ini untuk memperbaiki semua aspek kehidupan bangsa ini untuk menuju Indonesia yang lebih baik. Salah satu yang akan dirubah adalah pola rekrutmen guru PNS.  Menurut Mendikbud Anies Baswedan, perlu ada reformasi dalam rekrutmen guru,  karena selama ini menurutnya rekrutmen guru begitu longgar, tanpa ada seleksi kompetensi.
            Meski baru sebatas lontaran pernyataan lisan oleh pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, namun karena yang berbicara adalah orang nomor satu di Kemdikbud dan diperkuat oleh Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirdiktendik) Kemenristekdikti, Supriadi Rustad, tentang perubahan pola rekrutmen guru PNS layak kita anggap sebagai informasi akurat. Ini berarti, bagi sarjana kependidikan yang ingin diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) wajib lulus program pendidikan profesi guru (PPG) yang wujudnya adalah praktik mengajar di daerah pedalaman, sama dengan program SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), setelah mengikuti program mengajar di daerah pedalaman mereka akan diasramakan, total waktu yang diperlukan kedua kegiatan tersebut adalah dua tahun.
            Program guru mendidik di daerah pedalaman, adalah program yang tepat untuk menumbuhkan mental guru sejati, bukan sekedar guru biasa. Guru-guru muda yang mengikuti  praktik mengajar di pedalaman  akan diuji kecintaannya pada negara, komitmennya untuk memajukan bangsa melalui pendidikan. Jika guru-guru yang baru tumbuh dari guru-guru yang memiliki nasionalisme yang tinggi, maka akan lebih mudah membangun dunia pendidikan yang berkualitas.
            Selepas mengikuti program SM3T, guru-guru yang ingin menjadi PNS harus menjalani pendidikan yang diasramakan. Menurut penjelasan Dirdiktendik, Supriadi Rustad, “ketika masa pendidikan asrama, mereka bukan berarti enak-enakan saja. Calon guru pada tahap ini dilatih disiplin waktu yang ketat.” Negeri ini membutuhkan guru-guru yang cinta pada negerinya, sehingga memiliki kesungguhan untuk memajukan negeri ini melalui pendidikan, dan diimplementasikan dengan cara menjadi guru yang bertanggung jawab pada tugasnya. Pola perekrutan guru PNS melalui kombinasi program SM3T dan pendidikan asrama yang disiplin, diharapkan menghasilkan guru-guru hebat yang memiliki semua kompetensi yang dibutuhkan, kompetensi paedagogik, personal, maupun sosial.
            Sebagai sebuah terobosan baru dalam merekrut guru PNS, optimisme terhadap perbaikan kualitas pendidikan di masa depan harus dimunculkan saat pola  ini diterapkan. Namun begitu, ada beberapa hal yang mesti dicermati agar pola baru perekrutan guru PNS ini tidak sekedar bagus pada tataran teori namun tidak konsisten dalam implementasinya. Misalnya, saat program baru ini juga dijadikan sebagai pemetaan kebutuhan guru, maka guru-guru baru yang lolos dalam perekrutan harus bersedia ditempatkan di daerah pedalaman dalam jangka waktu tertentu, misal minimal lima tahun. Jangan sampai guru-guru baru itu hanya menjalani satu sampai dua tahun di pedalaman setelah itu  minta mutasi ke wilayah kabupaten/kota.
            Hal lain yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah sebelum merekrut guru-guru baru adalah koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam hal formasi guru PNS di daerah. Jangan sampai calon-calon guru yang lolos dalam seleksi PPG, tidak terserap oleh pemerintah daerah karena  tidak ada formasi untuk mereka.
                Kebijakan pemerintah memberi kesempatan kepada sarjana non kependidikan untuk mengikuti seleksi PPG jangan sampai menimbulkan gejolak di kemudian hari. Jika Sarjana non kependidikan hanya diproyeksikan untuk guru produktif di SMK dan tidak kepada semua jurusan maka resiko penentangan dari mahasiswa jurusan kependidikan dapat diminimalisir. Tiga tahun silam puluhan mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (UNESA) berdemo di gedung DRPD menolak sistem penerimaan guru melalui PPG yang memberikan kesempatan yang sama kepada sarjana kependidikan dan non kependidikan, dimana menurut mereka tidak adil.
            Kita semua berharap program baru untuk merekrut guru PNS dapat melahirkan guru-guru hebat yang memiliki komitmen untuk memajukan dunia pendidikan nasional. Guru sebagai komponen penting dalam upaya meningkat kualitas pendidikan sudah saatnya digawangi anak-anak bangsa yang hebat, cinta tanah airnya, dan memiliki seluruh kompetensi yang diperlukan oleh seorang guru. Anies Baswedan, Mendikbud, sepakat jika rekrutmen guru diperketat kita akan  mendapatkan guru-guru yang berkualitas. Semoga! (Wahyudi Oetomo)

Menumbuhkan Budi Pekerti Mencegah Kemerosotan Moral Bangsa


Bangsa kita yang terkenal dengan penduduknya yang ramah, santun, suka menolong, hormat pada orang yang lebih tua, toleran, dan sederet sifat yang lain sebagai refleksi bangsa yang berbudi pekerti luhur kini ditengarai  mulai mengalami kemerosotan budi pekerti. Kini, penduduk negeri ini kerap berprilaku sangat bringas, destruktif, egois, individualis, intoleran, tak lagi memiliki sopan santun pada orang yang lebih tua, dan  perilaku lain yang tak mencerminkan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi  moral dan budi pekerti luhur. Jika melihat berbagai fakta kemerosotan budi pekerti  penduduk negeri ini maka penumbuhan kembali nilai-nilai luhur bangsa ini melalui penumbuhan budi pekerti di sekolah cukup urgen. Jika tidak, negeri ini terus akan terpuruk karena moral dan budi pekerti rakyatnya terus mengalami kemerosotan.
                   Tempat yang dianggap paling efektif untuk menumbuhkan budi pekerti di dada penduduk negeri ini dimulai di sekolah. Pencanangan program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP)  oleh Mendikbud Anies Baswedan salah satu tujuannya adalah menumbuhkan budi pekerti anak bangsa. Menumbuhkan budi pekerti anak di sekolah melalui kegiatan nonkurikuler yang sederhana jelas adalah investasi yang tidak dapat dipetik seketika. Menumbuhkan budi pekerti bisa diibaratkan menanam pohon berusia tahunan, yang bisa kita rasakan buahnya setelah bertahun-tahun kita merawat dan menjaganya.
            Apa yang dicanangkan oleh Mendikbud tentang penumbuhan budi pekerti disekolah sejatinya bukan sesuatu yang baru. Pencanangan program PBP oleh Mendikbud  ini menurut penulis adalah upaya menciptakan momentum baru untuk menggugah kesadaran para praktisi pendidikan dan orang tua akan perlunya upaya terus menerus menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Jika kita melihat lingkup kegiatan PBP beserta pengembangannya, terlihat sangat jelas bahwa tujuh hal dalam lingkup kegiatan PBP adalah kegiatan yang sudah biasa dilakukan di sekolah. Misalnya, kegiatan berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, melaksanakan upacara bendera, belajar kelompok, pertemuan sekolah dengan orang tua, menggunakan 15 menit sebelum pelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran, membiasakan penggunakan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dan lain-lain) secara efisien, dan mengadakan pameran karya siswa.
            Sebagai upaya menciptakan momentum agar upaya penumbuhan budi pekerti terus dilakukan oleh sekolah dan orang tua maka pencanangan PBP melalui Permendikbud No. 23 Tahun 2015 harus tetap disambut dengan positif dan optimis. Gerakan PBP di sekolah sejatinya telah dilakukan sejak lama dan bersifat rutin. Pertanyaan yang muncul, jika sekolah sudah sejak lama menerapkan PBP dan rutin, mengapa moral dan budi pekerti penduduk negeri ini kian hari terus mengalami kemerosotan? Apa yang salah dengan dunia pendidikan kita?
            Sekali lagi, gerakan penumbuhan budi pekerti adalah investasi jangka panjang. Hasil usaha penumbuhan budi pekerti baru bisa dilihat setelah melewati rangkaian proses yang panjang. Tahapan penumbuhan budi pekerti mengikuti alur : diajarkan – dibiasakan – dilatih konsisten – menjadi kebiasaan – menjadi karakter – menjadi budaya. Upaya penumbuhan budi pekerti yang berujung pada terbentuknya individu-individu berbudi pekerti baik tidak mungkin selesai di satu jenjang pendidikan. Untuk itu, mengukur keberhasilan PBP pada setiap jenjang pendidikan cukup mengukur proses. Pengawas sekolah bisa melakukan monitoring dan evaluasi proses berlangsungnya penumbuhan budi pekerti di sebuah sekolah.
            Untuk mengetahui apakah sebuah sekolah telah melaksanakan tujuh langkah upaya penumbuhan budi pekerti secara konsisten atau tidak, pengawas sekolah dapat melakukan visitasi “dadakan”  ke sekolah binaannya. Datanglah hari senin pagi untuk mengetahui sekolah tersebut rutin mengadakan upacara bendera atau tidak, budaya membuang sampah di tempatnya bisa diamati saat istirahat, untuk mengamati budaya baca lihatlah  volume peminjaman buku non pelajaran di perpustakaan. Menciptakan sekolah sebagai pusat pengajaran dan pusat pendidikan adalah tugas penyelenggara sekolah dan pengawas sekolah punya kewajiban menegur kepala sekolah jika proses penumbuhan budi pekerti sebagai bagian dari proses pendidikan peserta didik tidak berjalan optimal.
            Kita semua pasti sepakat bahwa upaya menumbuhkan budi pekerti yang baik dalam diri peserta didik perlu dilakukan secara sinergi antara sekolah dengan orang tua. Konsistensi penanaman nilai-nilai budi pekerti luhur antara sekolah dan orang tua harus terjaga. Jangan sampai usaha keras dari salah satu pihak untuk membentuk manusia yang berkarakter dan berbudaya baik dimentahkan oleh pihak yang lain. Orang tua perlu juga melakukan fungsi kontrol terhadap optimalisasi usaha sekolah dalam menumbuhkan budi perkerti. Akses orang tua bisa melalui pertemuan rutin antara sekolah dengan orang tua.
            Akhirnya, kita semua tahu bahwa semua sekolah di negeri ini pasti telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan budi pekerti peserta didiknya,  jauh sebelum terbitnya Permendiknas tentang PBP. Kehadiran Permendiknas tersebut, mari kita sambut dengan prasangka baik bahwa Mendikbud perlu momentum untuk mengingatkan sekolah dan orang tua bahwa penumbuhan budi pekerti adalah upaya terus menerus. Investasi jangka panjang ini akan kita petik di masa depan.
(Wahyudi Oetomo)