Senin, 23 Juli 2018

KONTRIBUSI GURU BAGI PERKEMBANGAN KOPERASI

Setiap tanggal 12 Juli kita selalu memperingati hari koperasi, dan saat itu pula kita diingatkan jasa Bapak Koperasi Indonesia, Drs. Moh. Hatta. Berbagai seremonial dilakukan untuk memperingati hari koperasi, mulai dari upacara, lomba-lomba, hingga seminar. Pada saat yang bersamaan kita disadarkan bahwa  banyak orang memperoleh manfaat dari keberadaan koperasi.
            Kehadiran koperasi sangat membantu menopang kebutuhan finansial keluarga anggotanya. Saat anggota koperasi memerlukan dana yang tidak terlalu besar dan bersifat mendadak maka koperasi sering hadir sebagai “dewa penyelamat”. Dengan jasa yang tidak terlalu besar dibandingkan perbankan, serta diakhir tahun mendapat sisa hasil usaha (SHU), koperasi mampu menjadi pilihan utama dalam hal pendanaan bagi anggotanya.
            Koperasi tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang paling kuat menghadapi krisis ekonomi. Saat banyak perbankan runtuh ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, koperasi tampil sebagai kekuatan ekonomi yang mampu eksis menghadapi berbagai macam tantangan eksternal. Memang ada koperasi yang akhirnya rontok dan bubar, namun itu terjadi akibat ulah oknum pengurus yang melakukan penyimpangan .
            Dunia koperasi sempat “galau” dengan hadirnya  UU Koperasi No.17 Tahun 2012, menggantikan UU Koperasi sebelumnya yaitu UU Koperasi  No. 25 Tahun 1992. Kegalauan pegiat koperasi terhadap UU baru tersebut berpangkal dari beberapa pasal dalam UU baru  tersebut yang dikhawatirkan menyebabkan koperasi kehilangan jatidirinya, dan merubah koperasi menjadi badan yang hanya berorietansi pada modal dan bisnis, aspek kekeluargaan dan  demokrasi ekonomi dikhawatirkan menjadi hilang.

            Ditengah kegalauan itu beberapa orang pegiat koperasi dari Jawa Timur mengajukan uji materiel UU No. 17 Tahun 2012 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui proses yang panjang akhirnya MK memutuskan untuk mencabut UU No. 17 Tahun 2012 secara keseluruhan dan memberlakukan kembali UU No. 25 Tahun 1993 hinggal lahir UU yang baru.
Kontribusi Guru Bagi Perkembangan Koperasi
            Ketika berbicara koperasi dan guru, maka ada sinergi yang tidak bisa dipisahkan. Koperasi dan guru telah membentuk pola simbiosis mutualisme, keduanya sama-sama memperoleh keuntungan. Kehadiran koperasi bagi kebanyakan guru sangat terasa manfaatnya,  sedangkan bagi koperasi kontribusi guru baik sebagai anggota, pengurus dan pengawas telah membuat koperasi tetap eksis dan tumbuh kian besar.
            Hampir semua sekolah memiliki koperasi pegawai, baik yang sudah berbadan hukum maupun yang belum.  Koperasi yang tidak berbadan hukum biasanya berwujud koperasi simpan pinjam dan saat modalnya mulai membesar, sebagian modalnya kadang diserahkan kembali kepada anggotanya agar resiko terjadinya penyimpangan dan kredit macet menjadi kecil. Namun, ada juga koperasi yang tidak berbadan hukum yang anggotanya guru-guru memiliki omzet hingga ratusan juta rupiah.
            Ada banyak guru di negeri ini yang memiliki tugas tambahan sebagai pengurus atau pengawas koperasi. Sebagian besar dari guru-guru itu tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang akuntansi. Meski begitu, dengan ketekunan dan hati ikhlas mereka belajar dan pada akhirnya guru-guru tersebut memiliki kompetensi di bidang perkoperasian. Tak jarang pula akhirnya mereka lahir sebagai praktisi koperasi andalan dan menjadi “pakar” koperasi di daerahnya.
            Menjadi pengurus atau pengawas koperasi, bagi seorang guru, menurut penulis,  lebih banyak sebagai kerja sosial. Honor yang mereka terima dengan beban tugas yang kerjakan tidaklah imbang. Saat seorang guru yang merangkap sebagai pengurus koperasi  berhadapan dengan guru lain yang berposisi sebagai anggota yang “nakal” kerap menimbulkan konflik batin. Akhirnya, banyak guru yang tidak tahan menjadi pengurus koperasi karena tak mampu untuk selalu berkonflik dengan teman yang lain dengan alasan menegakkan peraturan yang telah disepakati.
Koperasi dan Sertifikasi Guru
            Bagi guru yang menjadi pengurus atau pengawas koperasi yang tidak memiliki karyawan sehingga semua pekerjaan dirangkap oleh pengurus, maka perlu kepiawaian sang guru untuk membagi waktu antara tugas sekolah yang merupakan tugas wajib dengan tugas sebagai seorang pengurus atau pengawas koperasi. Sejak program sertifikasi guru diberlakukan dan guru wajib mengajar minimal 24 jam pelajaran setiap minggu, hanya sedikit waktu luang bagi guru untuk melakukan aktivitas lain di luar kegiatan belajar mengajar.
            Jumlah guru yang merangkap sebagai pengurus dan pengawas koperasi di negeri ini pasti tidak sedikit. Oleh karena itu perlu ada apresiasi dari pembuat kebijakan terhadap guru yang memiliki tugas ganda tersebut, misalnya mengkonversi jabatan pengurus koperasi dengan sejumlah jam pelajaran. Bila tidak, jabatan sebagai pengurus atau pengawas koperasi akan mulai ditinggalkan oleh guru karena menyita waktu dan lebih memilih fokus dengan kegiatan mengajar. Padahal, koperasi membutuhkan tenaga dan pikiran guru untuk tumbuh menjadi besar dan mapan.
            Kita semua berharap koperasi sebagai kekuatan ekonomi yang tahan banting tetap eksis di semua elemen masyarakat, termasuk di lembaga-lembaga pendidikan (sekolah). Meski guru sekarang telah memiliki pendapatan yang besar, namun kehadiran koperasi di tengah-tengah mereka kelihatannya tetap dibutuhkan. Buktinya transaksi pinjaman guru ke koperasi terus tetap ada. Itu artinya koperasi masih diperlukan guru, dan koperasi masih membutuhkan tenaga dan pemikiran guru agar tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang terus membesar dan mensejahterakan seluruh anggotanya. (Wahyudi Oetomo)

Pembelajaran Remedial Tutorial Sebaya Menggunakan Metode Jigsaw


Sistem belajar tuntas (mastery learning) yang masih dianut oleh sistem pendidikan kita, menyajikan fakta dikotomi antara siswa tuntas belajar dan tidak tuntas belajar. Siswa pandai akan menguasai semua tujuan instruksional (sebagian besar) dan siswa tidak pandai hanya menguasai sebagian kecil saja atau tidak sama sekali.
            Perbedaan-perbedaan siswa di dalam kelas, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar, memerlukan perhatian khusus. Pada pembelajaran klasikal, perbedaan-perbedaan siswa sering dilupakan oleh guru. Akibatnya, ada sekelompok siswa menjadi frustasi, motivasi belajar menghilang dan rasa percaya diri lenyap disebabkan karena dalam pembelajaran mereka tidak mencapai apa-apa.
            Materi pelajaran pada kurikulum 2006 (KTSP), misalnya pada pelajaran IPA, dijabarkan atas sejumlah unit satuan bahan yang dirangkaikan secara berurutan. Satuan bahan yang satu harus dikuasai lebih dahulu, sebelum satuan bahan berikutnya dihadapi. Dengan kata lain, “yang berikutnya” tidak dimulai, sebelum “yang sebelumnya” dikuasai. Siswa yang ternyata belum menguasai satuan bahan tertentu, nampak dari hasil pada suatu tes formatif (ulangan harian), harus melakukan usaha-usaha perbaikan dilakukan melalui pembelajaran perbaikan (remedial). Salah satu model  pembelajaran perbaikan adalah digabungkan dengan pembelajaran pengayaan melalui teknik tutorial sebaya.
            Efektivitas pembelajaran remedial adalah salah satu elemen penting dalam sistem  pembelajaran secara keseluruhan. Ada banyak teknik mengelola pembelajaran remedial, namun yang harus terus digali adalah menciptakan pembelajaran remedial menjadi menarik dan tepat guna. Fakta empiris, pembelajaran remedial hanya dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Bahkan, banyak guru yang mengabaikan pelaksanaan pembelajaran remedial dalam kegiatan pembelajaran keseluruhan di dalam kelas.
            Pembelajaran remedial yang digabungkan dengan pembelajaran pengayaan dengan teknik tutorial sebaya sudah banyak dikenal. Penulis mencoba menambah variasi dengan melakukan kombinasi sinergis antara model tutorial sebaya dengan model pembelajaran jigsaw.
            Pembelajaran tutorial sebaya yang selama ini banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran remedial perlu terus dikembangkan dengan teknik baru yang bermuara pada efektifitas pembelajaran.  Metode pembelajaran jigsaw, adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dicoba dikombinasi dengan teknik / metode lain sehingga menjadi pembelajaran yang menarik namun tepat sasaran.
Tutorial Sebaya
Dalam sebuah pembelajaran siswa dapat mengambil peran sebagai pengajar (tutoring) dalam kelompok dengan dimaksudkan mendampingi seorang teman atau beberapa teman dalam mengejar ketertinggalan atau mengatasi kesulitan tertentu (kelompok remedial) (Winkel W.S., 1996)
            Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab (Depdiknas, 2008).
            Untuk menjadi tutor yang baik, diperlukan taraf penguasaan bahan pelajaran yang memadai dan kemampuan serta ketrampilan untuk memberikan pengajaran kepada sesama teman.
            Tutor sebaya dalam sebuah pembelajaran perbaikan sekaligus pengayaan adalah siswa yang telah menguasai bahan pengajaran tertentu melalui tes formatif. Menurut Winkel, W. S. (1996), dalam sebuah pembelajaran tutorial sebaya, tenaga pengajar (guru) masih harus mendampingi tutor, lebih-lebih bila timbul kesulitan yang tidak terantisipasi. Serta evaluasi mengenai kemajuan belajar dari siswa yang diberi pengajaran oleh rekan sekelas, harus ditangani oleh guru sendiri.
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Pembelajaran model jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh  Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins  (Arend, 2001 dalam Siman, 2009)  sebagai  metode Cooperative Learning.  Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar  dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain  dalam kelompoknya. Model  pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997 dalam Siman, 2009).
            Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri  dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi  tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994 dalam Siman, 2009).
            Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan  tim ahli.
            Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
            Model pembelajaran Jigsaw termasuk pembelajaran kooperatif dengan sintaks seperti berikut ini: pengarahan, informasi bahan ajar, membuat kelompok heterogen, memberikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyaknya siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, membuat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Pembelajaran Remedial Tutorial Sebaya dengan Metode Jigsaw
Pembelajaran remedial tutorial sebaya dengan metode jigsaw dapat dilakukan dengan urutan kegiatan sebagai berikut :
(a)    Guru membagi siswa yang mengikuti pembelajaran perbaikan menjadi beberapa kelompok. Hal yang sama dilakukan pada kelompok program pengayaan yang nantinya akan bertindak sebagai tutor dalam kelompok program remedial. Kelompok peserta program pengayaan nantinya akan menjadi kelompok ahli dalam pembelajaran kooperatif jigsaw. Jumlah kelompok menyesuaikan dengan jumlah siswa peserta remedial dan materi ajar. Pembagian kelompok minimal satu hari sebelum pelaksanaan proses pembelajaran.
(b)   Setelah terbentuk kelompok, yang di dalamnya terdapat tutor (kelompok ahli) dan siswa tutorial (perbaikan), guru memberikan bahan ajar berupa rangkuman materi kepada kelompok ahli di mana tiap kelompok mendapat bagian materi yang berbeda. Guru memberi tugas kepada  kelompok ahli dilakukan secara berkelompok di rumah berupa merangkum pokok bahasan yang telah ditentukan oleh guru serta memberi beberapa  soal (permasalahan) yang harus diselesaikan dalam tutorial. Permasalahan (soal) yang diberikan mengacu kepada tujuan instruksional. Pemberian tugas kepada kelompok ahli (peserta pengayaan) dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan tutorial.
(c)    Selama pelaksanaan tutorial kelompok tutor (ahli) menempati tempat permanen dan di setiap meja diberi identitas misalnya: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, adaptasi tingkah laku, seleksi alam, dan perkembangbiakan. Kegiatan tutorial adalah diskusi informasi rangkuman materi dan soal-soal yang telah dibagikan oleh guru. 
(d)   Tutor memberikan bimbingan kepada siswa tutorialnya apabila dijumpai permasalahan dalam memecahkan soal.
(e)    Kegiatan tutorial setiap satu topik dilakukan selama 7 menit. Selama kegiatan tutorial, guru secara aktif mengamati kegiatan tutorial untuk membantu tutor yang kesulitan memecahkan permasalahan siswa tutorialnya.
(f)    Pada tujuh menit kedua, siswa yang mengikuti program remedial (kelompok asal) melakukan perpindahan tempat (moving) ke meja topik yang lain. Kegiatan tutorial dilakukan seperti pada tahap sebelumnya, hingga setiap kelompok remedial telah menyinggahi semua meja topik.
(g)   Selama kegiatan tutorial guru  berkeliling ke setiap meja topik untuk membantu kegiatan tutorial apabila dijumpai kesulitan. Selain itu, guru juga mengobservasi keaktifan peserta pembelajaran tutorial sebaya. Observasi keaktifan siswa dibantu oleh siswa yang mengikuti program pengayaan dimana lembar obervasi sudah disiapkan oleh guru sebelum kegiatan berlangsung.
(h)   Setelah kegiatan tutorial selesai, guru mengembalikan suasana kelas untuk melakukan penguatan. Permasalahan yang muncul di masing-masing meja topik dan tidak terselesaikan secara tuntas, didiskusikan di diskusi kelas dengan dipandu oleh guru.
(i)     Kegiatan remedial dan pengayaan yang dilakukan dengan teknik tutorial sebaya yang dipadu dengan metode kooperatif jigsaw ditutup dengan menyimpulkan  materi yang telah dibahas.
Berdasarkan fakta empirik, kegiatan pembelajaran remedial dengan teknik tutorial sebaya menggunakan metode jigsaw dapat mengaktifkan kegiatan pembelajaran remedial serta meningkatkan hasil belajar peserta remedial. Bagi peserta pengayaan, kegiatan ini memiliki nilai tambah pada penguasaan konsep, baik pada waktu pemberian tugas sebelum kegiatan remedial maupun pada waktu proses tutorial berlangsung.
Daftar Pustaka
Bistok, A.S., Peranan Guru dalam Melaksanakan Keterampilan Proses. Media
            Komunikasi Pendidikan Menengah Umum, Thn. III Nomor 11, Proyek
            Pemantapan Implementasi Kurikulum SMU, Jakarta, 1985
Direktorat PLP, Pedoman Pembelajaran Tuntas, Jakarta: Depdiknas,  2004.
Murtadlo, Penanganan Terapeutik Siswa Kesulitan Belajar di Sekolah Dasar
            Melalui Pelibatan Tutor Teman Sebaya, Guru, dan Orang Tua. Media Pendidikan  Dan Ilmu Pengetahuan, No. 4 / Th. XVIII, IKIP Surabaya, 1996..
Siman,” Pembelajaran Kooperatif: Jigsaw” , www.idonbiu.com,  7 Agustus 2009.
Winkel, W.S.,. Psikologi Pengajaran, Cetakan Kelima, Jakarta : PT. Gramedia
            Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 1996.