Autisme
berakar dari autos, kata dalam bahasa Yunani yang berarti sendiri, maksudnya
mendeskripsikan kondisi dimana seseorang menarik diri dari interaksi sosial.
Difinisi ini secara serentak digunakan pada awal 1900-an.
Masalah autis
menjadi salah satu gangguan perkembangan yang tumbuh paling cepat di seluruh
dunia saat ini. Berbagai faktor bisa menjadi pemicu, seperti kekurangan
oksigen, protein, energi, dan zat-zat mikro. Seperti yang di lansir dalam
harian Kompas, Autisme merupakan gangguan pada otak yang berefek pada
kemampuan interaksi sosial anak. Sebanyak 50% autisme disebabkan oleh kelainan
kromosom saat penyusunan otak. Pada anak penyandang autisme, wilayah otak yang
disebut frontal cortex yang terdiri atas prefrontal cortex dan temporal
cortex tidak dapat berfungsi secara sempurna. “Kelainan ini menyebabkan
otak tidak dapat memberi perintah terkait ekspresi, emosi, dan interaksi
sosial. Perintah tersebut ada di bagian frontal cortex,” kata psikiater
dr. Dwijo Saputro Sp.KJ dalam seminar sehari Peringatan Hari Autisme Sedunia.
Otak individu
tanpa autis juga berbeda secara kimiawi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian
yang dilakukan Prof. Daniel Geschwind dari University of California, Los
Angeles. Hasil penelitian menunjukkan, bagian prefrontal dan temporal pada
autis menghasilkan protein yang sama. Pola ini, menurut Geschwind tampak pada
penderita autis. “Padahal pada otak tanpa autis, tiap bagian dikendalikan
susunan gen yang berbeda. Susunan gen tersebut akan menghasilkan protein yang
berbeda. Namun hal tersebut tidak ditemukan pada penyandang autisme,” kata
Geschwind seperti yang dilansir situs BBC.
Penelitian
lain yang digagas Geschwind dilakukan di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Sampel penelitian sekitar 19 otak anak autis dan 17 otak tanpa autis. Dari
hasil perbandingan terungkap, ada sekitar 209 gen terkait cara kerja dan
komunikasi sel otak bekerja dalam tingkat yang lebih rendah dibanding otak
individu tanpa autis. Sementara itu, 235 gen yang berhubungan dengan daya tahan
dan respon luka diekspresikan dengan lebih kuat. Riset lainnya menunjukkan,
otak penyandang autisme juga memiliki badan sel saraf (neuron) lebih banyak 67
persen di bagian prefrontal kortex, dibanding yang tanpa autis. Jumlah
total sel neuron penyandang autisme sekitar 1,9 milyar, sedangkan non autisme
1,7 milyar. Akibatnya, bobot otak penyandang autis cenderung lebih berat. “Hal
ini mengindikasikan adanya keadaan abnormal. Bisa potensi koneksi yang
meningkat, atau justru sebaliknya,” ungkap peneliti Dr. Eric Courchesne,
Director of the National Institute of Health-University of California-San Diego
School of Medicine Autism Center of Excellence.