Sistem belajar tuntas (mastery learning) yang masih dianut oleh sistem pendidikan kita,
menyajikan fakta dikotomi antara siswa tuntas belajar dan tidak tuntas belajar.
Siswa pandai akan menguasai semua tujuan instruksional (sebagian besar) dan
siswa tidak pandai hanya menguasai sebagian kecil saja atau tidak sama sekali.
Perbedaan-perbedaan
siswa di dalam kelas, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan
dalam belajar, memerlukan perhatian khusus. Pada pembelajaran klasikal,
perbedaan-perbedaan siswa sering dilupakan oleh guru. Akibatnya, ada sekelompok
siswa menjadi frustasi, motivasi belajar menghilang dan rasa percaya diri
lenyap disebabkan karena dalam pembelajaran mereka tidak mencapai apa-apa.
Materi pelajaran
pada kurikulum 2006 (KTSP), misalnya pada pelajaran IPA, dijabarkan atas
sejumlah unit satuan bahan yang dirangkaikan secara berurutan. Satuan bahan
yang satu harus dikuasai lebih dahulu, sebelum satuan bahan berikutnya
dihadapi. Dengan kata lain, “yang berikutnya” tidak dimulai, sebelum “yang
sebelumnya” dikuasai. Siswa yang ternyata belum menguasai satuan bahan
tertentu, nampak dari hasil pada suatu tes formatif (ulangan harian), harus
melakukan usaha-usaha perbaikan dilakukan melalui pembelajaran perbaikan
(remedial). Salah satu model
pembelajaran perbaikan adalah digabungkan dengan pembelajaran pengayaan
melalui teknik tutorial sebaya.
Efektivitas
pembelajaran remedial adalah salah satu elemen penting dalam sistem pembelajaran secara keseluruhan. Ada banyak
teknik mengelola pembelajaran remedial, namun yang harus terus digali adalah
menciptakan pembelajaran remedial menjadi menarik dan tepat guna. Fakta
empiris, pembelajaran remedial hanya dilakukan sekedar untuk menggugurkan
kewajiban. Bahkan, banyak guru yang mengabaikan pelaksanaan pembelajaran
remedial dalam kegiatan pembelajaran keseluruhan di dalam kelas.
Pembelajaran
remedial yang digabungkan dengan pembelajaran pengayaan dengan teknik tutorial
sebaya sudah banyak dikenal. Penulis mencoba menambah variasi dengan melakukan
kombinasi sinergis antara model tutorial sebaya dengan model pembelajaran
jigsaw.
Pembelajaran tutorial sebaya yang
selama ini banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran remedial perlu terus
dikembangkan dengan teknik baru yang bermuara pada efektifitas
pembelajaran. Metode pembelajaran
jigsaw, adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dicoba dikombinasi
dengan teknik / metode lain sehingga menjadi pembelajaran yang menarik namun
tepat sasaran.
Tutorial Sebaya
Dalam sebuah pembelajaran
siswa dapat mengambil peran sebagai pengajar (tutoring) dalam kelompok dengan
dimaksudkan mendampingi seorang teman atau beberapa teman dalam mengejar
ketertinggalan atau mengatasi kesulitan tertentu (kelompok remedial) (Winkel
W.S., 1996)
Tutor
sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu
dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami
kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab (Depdiknas, 2008).
Untuk
menjadi tutor yang baik, diperlukan taraf penguasaan bahan pelajaran yang memadai
dan kemampuan serta ketrampilan untuk memberikan pengajaran kepada sesama
teman.
Tutor
sebaya dalam sebuah pembelajaran perbaikan sekaligus pengayaan adalah siswa
yang telah menguasai bahan pengajaran tertentu melalui tes formatif. Menurut
Winkel, W. S. (1996), dalam sebuah pembelajaran tutorial sebaya, tenaga
pengajar (guru) masih harus mendampingi tutor, lebih-lebih bila timbul
kesulitan yang tidak terantisipasi. Serta evaluasi mengenai kemajuan belajar
dari siswa yang diberi pengajaran oleh rekan sekelas, harus ditangani oleh guru
sendiri.
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Pembelajaran model jigsaw
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arend, 2001 dalam Siman,
2009) sebagai metode Cooperative
Learning. Pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya. Model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6
orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari
dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends,
1997 dalam Siman, 2009).
Jigsaw
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang
lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga
harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa
saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994 dalam
Siman, 2009).
Para
anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi
(tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok
asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah
mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan
tim ahli.
Pada
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok
ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal
merupakan merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal.
Model
pembelajaran Jigsaw termasuk pembelajaran kooperatif dengan sintaks seperti
berikut ini: pengarahan, informasi bahan ajar, membuat kelompok heterogen,
memberikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan
banyaknya siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian
tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, membuat kelompok ahli sesuai bagian
bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke
kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Pembelajaran Remedial Tutorial Sebaya dengan Metode Jigsaw
Pembelajaran remedial tutorial
sebaya dengan metode jigsaw dapat dilakukan dengan urutan kegiatan sebagai
berikut :
(a) Guru membagi siswa yang mengikuti
pembelajaran perbaikan menjadi beberapa kelompok. Hal yang sama dilakukan pada
kelompok program pengayaan yang nantinya akan bertindak sebagai tutor dalam
kelompok program remedial. Kelompok peserta program pengayaan nantinya akan
menjadi kelompok ahli dalam pembelajaran kooperatif jigsaw. Jumlah kelompok
menyesuaikan dengan jumlah siswa peserta remedial dan materi ajar. Pembagian
kelompok minimal satu hari sebelum pelaksanaan proses pembelajaran.
(b) Setelah terbentuk kelompok, yang di
dalamnya terdapat tutor (kelompok ahli) dan siswa tutorial (perbaikan), guru
memberikan bahan ajar berupa rangkuman materi kepada kelompok ahli di mana tiap
kelompok mendapat bagian materi yang berbeda. Guru memberi tugas kepada kelompok ahli dilakukan secara berkelompok di
rumah berupa merangkum pokok bahasan yang telah ditentukan oleh guru serta
memberi beberapa soal (permasalahan)
yang harus diselesaikan dalam tutorial. Permasalahan (soal) yang diberikan
mengacu kepada tujuan instruksional. Pemberian tugas kepada kelompok ahli
(peserta pengayaan) dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan tutorial.
(c) Selama pelaksanaan tutorial kelompok tutor
(ahli) menempati tempat permanen dan di setiap meja diberi identitas misalnya:
adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, adaptasi tingkah laku, seleksi alam,
dan perkembangbiakan. Kegiatan tutorial adalah diskusi informasi rangkuman
materi dan soal-soal yang telah dibagikan oleh guru.
(d) Tutor memberikan bimbingan kepada siswa
tutorialnya apabila dijumpai permasalahan dalam memecahkan soal.
(e) Kegiatan tutorial setiap satu topik
dilakukan selama 7 menit. Selama kegiatan tutorial, guru secara aktif mengamati
kegiatan tutorial untuk membantu tutor yang kesulitan memecahkan permasalahan
siswa tutorialnya.
(f) Pada tujuh menit kedua, siswa yang
mengikuti program remedial (kelompok asal) melakukan perpindahan tempat
(moving) ke meja topik yang lain. Kegiatan tutorial dilakukan seperti pada
tahap sebelumnya, hingga setiap kelompok remedial telah menyinggahi semua meja
topik.
(g) Selama kegiatan tutorial guru berkeliling ke setiap meja topik untuk
membantu kegiatan tutorial apabila dijumpai kesulitan. Selain itu, guru juga mengobservasi
keaktifan peserta pembelajaran tutorial sebaya. Observasi keaktifan siswa
dibantu oleh siswa yang mengikuti program pengayaan dimana lembar obervasi
sudah disiapkan oleh guru sebelum kegiatan berlangsung.
(h) Setelah kegiatan tutorial selesai, guru
mengembalikan suasana kelas untuk melakukan penguatan. Permasalahan yang muncul
di masing-masing meja topik dan tidak terselesaikan secara tuntas, didiskusikan
di diskusi kelas dengan dipandu oleh guru.
(i) Kegiatan remedial dan pengayaan yang
dilakukan dengan teknik tutorial sebaya yang dipadu dengan metode kooperatif
jigsaw ditutup dengan menyimpulkan
materi yang telah dibahas.
Berdasarkan fakta empirik, kegiatan pembelajaran remedial dengan
teknik tutorial sebaya menggunakan metode jigsaw dapat mengaktifkan kegiatan
pembelajaran remedial serta meningkatkan hasil belajar peserta remedial. Bagi
peserta pengayaan, kegiatan ini memiliki nilai tambah pada penguasaan konsep,
baik pada waktu pemberian tugas sebelum kegiatan remedial maupun pada waktu
proses tutorial berlangsung.
Daftar Pustaka
Bistok, A.S., Peranan Guru dalam
Melaksanakan Keterampilan Proses. Media
Komunikasi Pendidikan
Menengah Umum, Thn. III Nomor 11, Proyek
Pemantapan Implementasi
Kurikulum SMU, Jakarta, 1985
Direktorat PLP, Pedoman Pembelajaran
Tuntas, Jakarta: Depdiknas, 2004.
Murtadlo, Penanganan Terapeutik Siswa
Kesulitan Belajar di Sekolah Dasar
Melalui
Pelibatan Tutor Teman Sebaya, Guru, dan Orang Tua. Media Pendidikan
Dan Ilmu Pengetahuan, No. 4 / Th. XVIII, IKIP Surabaya, 1996..
Winkel, W.S.,. Psikologi Pengajaran,
Cetakan Kelima, Jakarta : PT. Gramedia
Widia Sarana Indonesia,
Jakarta, 1996.