Senin, 23 Juli 2018

Pembelajaran Remedial Tutorial Sebaya Menggunakan Metode Jigsaw


Sistem belajar tuntas (mastery learning) yang masih dianut oleh sistem pendidikan kita, menyajikan fakta dikotomi antara siswa tuntas belajar dan tidak tuntas belajar. Siswa pandai akan menguasai semua tujuan instruksional (sebagian besar) dan siswa tidak pandai hanya menguasai sebagian kecil saja atau tidak sama sekali.
            Perbedaan-perbedaan siswa di dalam kelas, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar, memerlukan perhatian khusus. Pada pembelajaran klasikal, perbedaan-perbedaan siswa sering dilupakan oleh guru. Akibatnya, ada sekelompok siswa menjadi frustasi, motivasi belajar menghilang dan rasa percaya diri lenyap disebabkan karena dalam pembelajaran mereka tidak mencapai apa-apa.
            Materi pelajaran pada kurikulum 2006 (KTSP), misalnya pada pelajaran IPA, dijabarkan atas sejumlah unit satuan bahan yang dirangkaikan secara berurutan. Satuan bahan yang satu harus dikuasai lebih dahulu, sebelum satuan bahan berikutnya dihadapi. Dengan kata lain, “yang berikutnya” tidak dimulai, sebelum “yang sebelumnya” dikuasai. Siswa yang ternyata belum menguasai satuan bahan tertentu, nampak dari hasil pada suatu tes formatif (ulangan harian), harus melakukan usaha-usaha perbaikan dilakukan melalui pembelajaran perbaikan (remedial). Salah satu model  pembelajaran perbaikan adalah digabungkan dengan pembelajaran pengayaan melalui teknik tutorial sebaya.
            Efektivitas pembelajaran remedial adalah salah satu elemen penting dalam sistem  pembelajaran secara keseluruhan. Ada banyak teknik mengelola pembelajaran remedial, namun yang harus terus digali adalah menciptakan pembelajaran remedial menjadi menarik dan tepat guna. Fakta empiris, pembelajaran remedial hanya dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Bahkan, banyak guru yang mengabaikan pelaksanaan pembelajaran remedial dalam kegiatan pembelajaran keseluruhan di dalam kelas.
            Pembelajaran remedial yang digabungkan dengan pembelajaran pengayaan dengan teknik tutorial sebaya sudah banyak dikenal. Penulis mencoba menambah variasi dengan melakukan kombinasi sinergis antara model tutorial sebaya dengan model pembelajaran jigsaw.
            Pembelajaran tutorial sebaya yang selama ini banyak dilakukan oleh guru dalam pembelajaran remedial perlu terus dikembangkan dengan teknik baru yang bermuara pada efektifitas pembelajaran.  Metode pembelajaran jigsaw, adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dicoba dikombinasi dengan teknik / metode lain sehingga menjadi pembelajaran yang menarik namun tepat sasaran.
Tutorial Sebaya
Dalam sebuah pembelajaran siswa dapat mengambil peran sebagai pengajar (tutoring) dalam kelompok dengan dimaksudkan mendampingi seorang teman atau beberapa teman dalam mengejar ketertinggalan atau mengatasi kesulitan tertentu (kelompok remedial) (Winkel W.S., 1996)
            Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab (Depdiknas, 2008).
            Untuk menjadi tutor yang baik, diperlukan taraf penguasaan bahan pelajaran yang memadai dan kemampuan serta ketrampilan untuk memberikan pengajaran kepada sesama teman.
            Tutor sebaya dalam sebuah pembelajaran perbaikan sekaligus pengayaan adalah siswa yang telah menguasai bahan pengajaran tertentu melalui tes formatif. Menurut Winkel, W. S. (1996), dalam sebuah pembelajaran tutorial sebaya, tenaga pengajar (guru) masih harus mendampingi tutor, lebih-lebih bila timbul kesulitan yang tidak terantisipasi. Serta evaluasi mengenai kemajuan belajar dari siswa yang diberi pengajaran oleh rekan sekelas, harus ditangani oleh guru sendiri.
Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Pembelajaran model jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh  Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins  (Arend, 2001 dalam Siman, 2009)  sebagai  metode Cooperative Learning.  Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar  dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain  dalam kelompoknya. Model  pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997 dalam Siman, 2009).
            Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri  dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi  tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994 dalam Siman, 2009).
            Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan  tim ahli.
            Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
            Model pembelajaran Jigsaw termasuk pembelajaran kooperatif dengan sintaks seperti berikut ini: pengarahan, informasi bahan ajar, membuat kelompok heterogen, memberikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyaknya siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, membuat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
Pembelajaran Remedial Tutorial Sebaya dengan Metode Jigsaw
Pembelajaran remedial tutorial sebaya dengan metode jigsaw dapat dilakukan dengan urutan kegiatan sebagai berikut :
(a)    Guru membagi siswa yang mengikuti pembelajaran perbaikan menjadi beberapa kelompok. Hal yang sama dilakukan pada kelompok program pengayaan yang nantinya akan bertindak sebagai tutor dalam kelompok program remedial. Kelompok peserta program pengayaan nantinya akan menjadi kelompok ahli dalam pembelajaran kooperatif jigsaw. Jumlah kelompok menyesuaikan dengan jumlah siswa peserta remedial dan materi ajar. Pembagian kelompok minimal satu hari sebelum pelaksanaan proses pembelajaran.
(b)   Setelah terbentuk kelompok, yang di dalamnya terdapat tutor (kelompok ahli) dan siswa tutorial (perbaikan), guru memberikan bahan ajar berupa rangkuman materi kepada kelompok ahli di mana tiap kelompok mendapat bagian materi yang berbeda. Guru memberi tugas kepada  kelompok ahli dilakukan secara berkelompok di rumah berupa merangkum pokok bahasan yang telah ditentukan oleh guru serta memberi beberapa  soal (permasalahan) yang harus diselesaikan dalam tutorial. Permasalahan (soal) yang diberikan mengacu kepada tujuan instruksional. Pemberian tugas kepada kelompok ahli (peserta pengayaan) dilakukan satu hari sebelum pelaksanaan tutorial.
(c)    Selama pelaksanaan tutorial kelompok tutor (ahli) menempati tempat permanen dan di setiap meja diberi identitas misalnya: adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, adaptasi tingkah laku, seleksi alam, dan perkembangbiakan. Kegiatan tutorial adalah diskusi informasi rangkuman materi dan soal-soal yang telah dibagikan oleh guru. 
(d)   Tutor memberikan bimbingan kepada siswa tutorialnya apabila dijumpai permasalahan dalam memecahkan soal.
(e)    Kegiatan tutorial setiap satu topik dilakukan selama 7 menit. Selama kegiatan tutorial, guru secara aktif mengamati kegiatan tutorial untuk membantu tutor yang kesulitan memecahkan permasalahan siswa tutorialnya.
(f)    Pada tujuh menit kedua, siswa yang mengikuti program remedial (kelompok asal) melakukan perpindahan tempat (moving) ke meja topik yang lain. Kegiatan tutorial dilakukan seperti pada tahap sebelumnya, hingga setiap kelompok remedial telah menyinggahi semua meja topik.
(g)   Selama kegiatan tutorial guru  berkeliling ke setiap meja topik untuk membantu kegiatan tutorial apabila dijumpai kesulitan. Selain itu, guru juga mengobservasi keaktifan peserta pembelajaran tutorial sebaya. Observasi keaktifan siswa dibantu oleh siswa yang mengikuti program pengayaan dimana lembar obervasi sudah disiapkan oleh guru sebelum kegiatan berlangsung.
(h)   Setelah kegiatan tutorial selesai, guru mengembalikan suasana kelas untuk melakukan penguatan. Permasalahan yang muncul di masing-masing meja topik dan tidak terselesaikan secara tuntas, didiskusikan di diskusi kelas dengan dipandu oleh guru.
(i)     Kegiatan remedial dan pengayaan yang dilakukan dengan teknik tutorial sebaya yang dipadu dengan metode kooperatif jigsaw ditutup dengan menyimpulkan  materi yang telah dibahas.
Berdasarkan fakta empirik, kegiatan pembelajaran remedial dengan teknik tutorial sebaya menggunakan metode jigsaw dapat mengaktifkan kegiatan pembelajaran remedial serta meningkatkan hasil belajar peserta remedial. Bagi peserta pengayaan, kegiatan ini memiliki nilai tambah pada penguasaan konsep, baik pada waktu pemberian tugas sebelum kegiatan remedial maupun pada waktu proses tutorial berlangsung.
Daftar Pustaka
Bistok, A.S., Peranan Guru dalam Melaksanakan Keterampilan Proses. Media
            Komunikasi Pendidikan Menengah Umum, Thn. III Nomor 11, Proyek
            Pemantapan Implementasi Kurikulum SMU, Jakarta, 1985
Direktorat PLP, Pedoman Pembelajaran Tuntas, Jakarta: Depdiknas,  2004.
Murtadlo, Penanganan Terapeutik Siswa Kesulitan Belajar di Sekolah Dasar
            Melalui Pelibatan Tutor Teman Sebaya, Guru, dan Orang Tua. Media Pendidikan  Dan Ilmu Pengetahuan, No. 4 / Th. XVIII, IKIP Surabaya, 1996..
Siman,” Pembelajaran Kooperatif: Jigsaw” , www.idonbiu.com,  7 Agustus 2009.
Winkel, W.S.,. Psikologi Pengajaran, Cetakan Kelima, Jakarta : PT. Gramedia
            Widia Sarana Indonesia, Jakarta, 1996.

Guru Bukan Lagi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa…
Pembangun insan cendekia…
Tentu semua orang, khususnya guru tahu penggalan lirik lagu hymne guru di atas. Namun tidak banyak yang tahu kalau akhir dari lagu itu telah mengalami perubahan. Pada tanggal 8 November 2007 , pengarang lagu Hymne Guru, Bapak Sartono, menandatangani surat resmi untuk penggantian lirik lagu karangannya, disaksikan oleh Dirjen PMPTK Depdiknas, Dr. Fasli Jalal Ph.D dan Ketua Pengurus Besar PGRI HM. Rusli.  Yang diganti adalah lirik terakhir,  tanpa tanda jasa diganti dengan …pembangun insan cendekia.
Apakah karena adanya program sertifikasi guru, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru, yang mendasari menggantian lirik akhir hymne guru itu. Atau, lirik ..tanpa tanda jasa...dianggap justru merendahkan guru, karena akan terus memposisikan guru sebagai profesi yang tak perlu dihargai jasanya.
Jika program sertifikasi yang berimbas diberikannya tunjangan profesional pendidik (TPP) dianggap sebagai balas jasa pengabdian guru maka istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” memang tak pas lagi diberikan pada guru. Namun profesi guru tetap adalah pahlawan, sama dengan profesi lain jika dilakukan dengan hati tulus dan ikhlas.
Saat gaji guru masih sangat kecil, banyak lulusan SMA enggan menjadi guru. Dan kondisi ini oleh sebagian orang dipandang sebagai salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan kita. Guru-guru kita dulu, bukan berasal dari siswa-siswa terbaik, sehingga kualitas guru pun pas-pasan.
Kini, saat kesejahteraan guru kian meningkat, semuanya berlomba-lomba ingin menjadi guru. Potensi ini akan menjadi kekuatan saat perekrutan guru berlangsung secara fair. Jika guru-guru kita secara akademis berkualitas baik, optimisme membangun kualitas pendidikan yang lebih baik akan sangat terbuka. Biarkan, siapa saja yang akan menjadi guru diawali dengan motivasi profit oriented, lalu setelah itu membangun karakter dan mental guru-guru cerdas itu. Karena jadi guru tak cukup cerdas kognitif saja, namun perlu cerdas emosional, cerdas spiritual.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayan, dalam kebijakannya menyatakan bahwa profesi guru terbuka bagi semua lulusan program studi (prodi), kependidikan maupun non kependidikan, asal yang bersangkutan lulus PPG (Pendidikan Profesi Guru). Dan keputusan ini ditentang oleh Gerakan Mahasiswa Keguruan Nusantara (GMKN), mereka mengatakan aturan tersebut sangat tidak adil bagi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Proses pendidikan selama empat tahun di LPTK seperti tidak ada artinya karena disandingkan dengan lulusan non-LPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG, sama-sama harus menempuh PPG selama 1 atau 2 semester bila mereka ingin menjadi guru.
Rasanya memang tidak adil, lulusan LPTK yang sudah menempuh materi keguruan dan ilmu murninya selama 4 tahun disetarakan dengan lulusan non-LPTK yang sama-sama harus menempuh PPG selama 2 semester. Namun, menurut Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Pendidikan Tinggi Kemendikbud Achmad Jazidie menyampaikan, dibukanya kesempatan luas untuk sarjana di luar LPTK hanya untuk menjaring guru di mata pelajaran tertentu di sekolah-sekolah kejuruan. Hal itu sejalan dengan rencana pemerintah memenuhi kebutuhan guru di SMK seiring dengan akan dimulainya rintisan wajib belajar 12 tahun melalui Pendidikan Menengah Universal (PMU) di tahun ajaran 2013-2014. "Kita memerlukan itu karena tak mungkin LPTK mencetak semua guru di bidang produktif, seperti misalnya Teknik Mesin atau Otomotif di SMK," kata Jazidie pada suatu kesempatan.
Menjadi guru tak cukup bermodalkan selembar ijazah, atau selembar sertifikat PPG. Menjadi guru itu panggilan hati. Saat seseorang ingin menjadi guru hanya karena gajinya besar, bersiap-siaplah untuk kecewa. Tuntutan seorang guru profesional itu banyak, misalnya menguasai bahan ajar, menguasai landasan-landasan kependidikan, mampu mengelola program belajar mengajar, mampu mengelola kelas, mampu menggunakan media/sumber belajar lainnya, mampu mengelola interaksi belajar mengajar,mampu menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran,mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan,mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah,memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran, dan memiliki kepribadian yang tinggi.
Untuk itu, bagi semua yang ingin menjadi guru, atau yang sudah menjadi guru, hendaklah membayar harapan masyarakat dan pemerintah akan peningkatan kualitas pendidikan dengan terpenuhinya peningkatan kesejahteraan guru. Jika tidak, mungkin pemerintah akan berpikir ulang tentang pemberian TPP kepada guru bila kualitas guru dan kualitas peningkatan guru tidak kunjung meningkat pasca pemberian TPP.
Senyampang masih dalam suasana memperingati hari pahlawan 10 Nopember dan hari guru 25 Nopember, kita sebagai guru perlu melakukan instropeksi. Apa yang telah  diberikan kepada bangsa ini? Karena guru terlanjur diberi gelar pahlawan, meski kini bukan lagi tanpa jasa, mestinya semangat kepahlawanan yakni berjuang dengan hati ikhlas terus selalu ditumbuhkan dalam dada setiap guru. Selamat Hari Guru ! (Wahyudi Oetomo)