Siswa berprestasi hari ini adalah
aset sumber daya manusia (SDM) yang penting bagi negeri ini di masa depan. Jika
potensi yang mereka miliki tidak tumbuh secara optimal hanya karena kemiskinan,
maka kerugian besar yang akan ditanggung oleh negeri ini di masa depan. Ada
banyak siswa berprestasi di negeri ini yang terlahir dari keluarga sederhana
dan miskin, sehingga hanya akan menjadi mutiara terpendam bila tidak ada campur
tangan pemerintah atau pihak swasta.
Jika
sekolah di negeri ini hanya dapat dimasuki oleh anak-anak orang kaya, dan
anak-anak miskin meski cerdas tapi terpinggirkan, maka mimpi negeri ini akan
menjadi negara maju di segala bidang hanya akan menjadi impian belaka. Jargon
sekolah gratis hanyalah sebuah utopia, karena faktanya tidak ada sekolah yang
benar-benar gratis, termasuk di level sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Bahkan pada konteks pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi, sekolah
adalah barang mewah hanya “boleh” dinikmati anak-anak yang orang tuanya
berkemampuan ekonomi tinggi.
Oleh
sebagian orang, kebijakan pemerintah menyangkut pemerataan kesempatan
pendidikan bagi masyarakat dianggap
tidak berpihak kepada masyarakat tidak mampu. Misalnya, kebijakan Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
(MK), banyak orang menganggap kebijakan yang tidak berpihak kepada orang tidak
mampu.
Seorang
teman penulis, berkisah tentang anaknya yang baru diterima di kedokteran umum
di sebuah perguruan tinggi negeri di Jawa Timur, dan dia harus mengeluarkan
biaya masuk sekitar 100 juta. Saya sempat terbengong-bengong mendengar kisah
teman saya itu. Kenapa bengong? Karena mendengar angka yang sangat fantastis
untuk ukuran kantong saya, untuk masuk sebuah perguruan tinggi negeri. Lalu,
saat anak saya kelak ingin kuliah di jurusan yang sama, berarti harus mengubur
dalam-dalam impian itu karena jelas mustahil mengumpulkan uang sebanyak itu.
Sudah rahasia umum, bahwa untuk masuk perguruan
tinggi favorit, dan di jurusan favorit, biaya yang harus dikeluarkan untuk
sekedar masuk sulit untuk dijangkau oleh calon mahasiswa yang berekonomi lemah.
Siswa berprestasi namun tidak mampu secara ekonomi, amat kecil peluangnya,
kalau tidak mau dikatakan mustahil, masuk di perguruan tinggi favorit dengan
jurusan favorit, seperti kedokteran umum. Akhirnya, banyak perguruan tinggi
negeri yang mahasiswanya memiliki kompetensi akademik rendah, namun karena dia
anak orang kaya akhirnya bisa kuliah di perguruan tinggi favorit. Sedangkan,
anak-anak cerdas tapi berasal dari keluarga tidak mampu hanya bisa gigit jari
dan hanya bisa kuliah di jurusan-jurusan yang tidak ada peminatnya.
Anak-anak
cerdas dan berprestasi lahir di mana saja, tidak terkecuali di
keluarga-keluarga tidak mampu. Dan, kita yakin bahwa anak-anak cerdas dan
berprestasi hari ini akan memberi warna negeri ini dikemudian hari. Potensi
kecerdasan dan prestasi seorang anak harus tetap dipelihara hingga dewasa. Bila
potensi kecerdasan itu kemudian tenggelam hanya karena ketidakmampuan
melanjutkan pendidikan dengan alasan ekonomi, berarti kerugian besar akan
ditanggung oleh bangsa ini ke depan. Negeri ini hanya akan diberi warna oleh
orang-orang yang memiliki potensi kecerdasan pas-pasan jika anak-anak berotak
brilian tidak memiliki akses untuk bersekolah karena alasan ekonomi. Rasanya
sulit membawa negeri ini setara dengan negara lain jika SDM bangsa ini berkelas
rendah.
Memang,
jika hanya mengharapkan pemerintah untuk menangani siswa berprestasi namun tidak mampu
jelas akan kesulitan. Sebenarnya, bila semua pihak ikut berperan serta
menangani masalah ini, maka masalah itu akan mudah diselesaikan. Ada banyak
perusahaan swasta dan perorangan yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Pemberian beasiswa kepada anak-anak
berprestasi namun tidak mampu oleh perusahaan-perusahaan swasta dan perorangan
adalah sebagian solusi yang selama ini sudah dilakukan. Namun, masih terlalu
banyak anak-anak berprestasi dari kalangan tidak mampu yang masih belum
tersentuh. Harus ada gerakan yang lebih besar dan massif untuk terus mendukung
kegiatan sejenis kepada perusahaan-perusahaan lain maupun perorangan agar lebih
banyak anak-anak berprestasi dari kalangan tidak mampu yang tersentuh.
Penulis
yakin bahwa masih banyak orang di negeri ini yang memiliki kepedulian terhadap
peningkatan kualias SDM. Buktinya, suatu saat sebuah televisi swasta
menayangkan acara dialog dengan dua orang siswa yang memiliki prestasi nilai
ujian nasional tertinggi, namun dia tidak mampu melanjutkan kuliah karena orang
tuanya tidak mampu. Lalu, stasiun televisi itu memberikan kesempatan kepada pemirsanya
untuk secara sukarela membantu biaya pendidikan siswa tersebut. Animo
masyarakat cukup tinggi, ada beberapa orang dan lembaga yang menawarkan kuliah
gratis sampai lulus kepada siswa berprestasi itu. Itu bukti bahwa bangsa ini
belum kehilangan rasa empati kepada penderitaan orang lain, dan peduli terhadap
peningkatan kualitas SDM bangsa ini.
Jika
banyak orang memiliki kepedulian terhadap anak-anak yang kurang beruntung namun
berprestasi diyakini ke depan kualitas SDM bangsa ini akan terus meningkat.
Hanya saja, perlu ada lebih banyak lembaga nirlaba yang secara konsisten
menjembatani keinginan sebagian masyarakat yang berkecukupan secara ekonomi dan
memiliki kepedulian terhadap peningkatan kualitas SDM dengan anak-anak yang
tidak mampu tapi berprestasi. Masyarakat memerlukan lembaga yang kredibel dan
amanah dalam mengelola dana masyarakat untuk peningkatan kualitas SDM.
Barangkali, selama ini masyarakat bingung akan menyalurkan ke mana dana yang dimiliki
untuk membantu anak-anak yang tidak mampu namun berprestasi. Masyarakat
khawatir dana yang dia titipkan tidak sampai kepada sasaran yang diinginkan.
Kalau
masyarakat ragu-ragu terhadap kredibilitas lembaga swadaya masyarakat yang
bergerak di bidang pemberdayaan anak-anak miskin yang ada dalam menyalurkan
dana donasi masyarakat, bukan berati tidak ada jalan lain. Masyarakat dapat
berperan memberdayakan anak-anak tidak
mampu namun berprestasi secara individual. Masyarakat dapat menjadi orang tua
asuh bagi siswa-siswa yang tidak mampu namun berprestasi. Dulu, pemerintah
pernah mencanangkan gerakan nasional orang tua asuh (GN-OTA), dan gerakan itu
kini perlu direvitalisasi karena orang miskin selalu bertambah. Anak-anak yang tidak mampu namun
berprestasi adalah aset bangsa di masa depan, dan mereka harus diselamatkan.
Jika tidak, keterpurukan negeri ini disemua lini tidak pernah akan berujung. (Wahyudi Oetomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar