Sertifikasi
guru, tak dapat dipungkiri membangun dinamika baru dalam dunia pendidikan,
khususnya pada komunitas sekolah.
Perubahan situasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, guru begitu
antusias ikut seminar pendidikan, banyak guru rajin membuat media pendidikan, atau
banyak guru yang tidak mau jam mengajarnya dikurangi karena diwajibkan mengajar
24 jam dalam seminggu. Sebuah potret baru dalam dunia pendidikan kita, mungkin
sulit kita jumpai pada kurun waktu sebelum diadakan program sertifikasi guru.
Terbitnya Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009, tentang Pemenuhan beban kerja guru dan
pengawas satuan pendidikan, menjadi dasar hukum mengenai beban kerja minimal
seorang guru. Dalam pasal 1, dijelaskan bahwa : “ Beban kerja guru paling
sedikit ditetapkkan 24 jam (dua puluh empat jam) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau
lebih satuan pendidikan yang memiliki ijin pendirian dari pemerintah atau
pemerintah daerah.”
Bagi sekolah-sekolah yang kekurangan
guru, kebijakan tersebut tidak akan menimbulkan permasalahan. Namun, bagi
sekolah-sekolah yang kelebihan guru akan menimbulkan problema baru. Namun, bila
mencermati pasal-pasal dalam Permendiknas No.39 tersebut, problema kekurangan
jam kerja minimal guru 24 jam akan didapatkan solusi. Pada pasal 2, jika
disekolah pangkal (induk) tetap tidak dapat memenuhi kekurangan jam minimal,
dapat mengajar pada satuan pendidikan formal yang bukan satuan administrasi
pangkalnya baik negeri maupun swasta sebagai guru kelas atau guru mata
pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik.
Jika satuan administrasi (sekolah)
di luar sekolah pangkalnya, ternyata kondisinya sama, kelebihan tenaga guru,
maka kekurangan jam mengajar dapat diberikan tugas tertentu kepada guru yang
kekurangan beban minimal 24 jam, misal menjadi wakil kepala sekolah, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, yang menurut pasal 1 dalam Permendiknas No.
39 jabatan-jabatan itu setara dengan 12 jam tatap muka. Yang menjadi persoalan,
apakah sekolah-sekolah yang memiliki perpustakaan dengan koleksi buku
sedikit kepala perpustakaannya diberi
kompensasi 12 jam. Contoh lain, sebuah
sekolah yang memiliki sebuah laboratorium yang jarang digunakan juga diberikan
kompensasi 12 jam bagi kepala laboratoriumnya?
Ada jalan lain untuk memenuhi
kekurangan jam mengajar ketika di sekolah induk seorang guru tidak dapat memenuhi beban
minimal 24 jam, maka dapat menambah kekurangan beban mengajarnya dengan
menambah di sekolah yang bukan sekolah pangkalnya. Namun, guru tersebut harus melaksanakan tugas mengajar di sekolah
pangkalnya minimal 6 jam tatap muka selama seminggu (pasal 2, ayat 2).
Guru yang bertugas pada satuan
pendidikan layanan khusus yaitu guru yang ditugaskan pada daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi tetap dapat memenuhi beban
minimal 24 jam tatap muka, dengan cara diusulkan oleh kepala dinas pendidikan
provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, kantor Departemen Agama
kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangannya kepada Menteri Pendidikan Nasional
untuk memperoleh ekuivalensi (pasal 3).
Dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) tahun sejak berlakunya Peraturan
Menteri
Pendidikan Nasional No. 39 Tahun 2009 ini, guru dalam jabatan yang bertugas
selain di
satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dalam keadaan kelebihan guru pada
mata pelajaran tertentu di wilayah kabupaten/kota, dapat memenuhi beban
mengajar minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dengan cara: a. mengajar
mata pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya
dan/atau mengajar mata pelajaran lain yang
tidak
ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau satuan
pendidikan lain;
b.
menjadi tutor program Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan atau program
pendidikan keaksaraan; c. menjadi guru bina atau guru pamong pada sekolah
terbuka d. menjadi guru inti/instruktur/tutor pada kegiatan Kelompok Kerja
Guru/Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/MGMP); e. membina kegiatan
ektrakurikuler dalam bentuk kegiatan Praja Muda Karana (Pramuka),
Olimpiade/Lomba Kompetensi Siswa, Olahraga, Kesenian, Karya Ilmiah Remaja
(KIR), Kerohanian, Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), Pecinta Alam (PA),
Palang Merah Remaja (PMR), Jurnalistik/Fotografi, Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS), dan sebagainya; f. membina pengembangan diri peserta didik dalam bentuk
kegiatan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, sikap dan perilaku
siswa dalam belajar serta kehidupan pribadi, sosial, dan pengembangan karir
diri;g. melakukan pembelajaran bertim (team teaching) dan/atau;
h.
melakukan pembelajaran perbaikan (remedial teaching).
Ruh
dari Permendiknas No. 39 Tahun 2009 adalah pemerataan guru, sehingga mestinya
sekolah-sekolah yang kelebihan guru tidak berupaya memanipulasi data beban
minimal guru, mencari titik celah untuk menghindari redistribusi guru. Dan,
pemerintah khususnya Dinas Pendidikan Kota / Kabupaten hendaknya konsisten
menerapkan peraturan ini. Jika peraturan ini secara konsisten diterapkan, maka
ketimpangan distribusi guru di daerah pedesaan dan perkotaan akan dapat
dieliminasi. Pemerataan guru diharapkan menjadi media pemerataan kualitas
pendidikan secara nasional. Semoga. (Wahyudi Oetomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar