Semenjak guru menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG),
para guru kerap dibuat “olahraga jantung” oleh berbagai kabar “tidak jelas”
mengenai TPG. Beberapa waktu yang lalu, para guru dibuat resah ketika ada kabar
bahwa Uji Kompetensi Guru (UKG) yang akan dilaksanakan bulan Nopember
berhubungan dengan penerimaan TPG. Kabar yang meresahkan terbaru di kalangan
guru adalah akan diterapkannya sistem penggajian tunggal (single salary) yang membawa konsekuensi dihapuskannya TPG. Dalam sistem
ini hanya ada 2 komponen gaji PNS yakni gaji pokok yang mencapai 75% dari total
penghasilan serta capaian kinerja yang prosentasenya adalah 25%.
Sebenarnya kabar pemberlakuan sistem
penggajian tunggal telah santer terdengar pada awal tahun 2015. Namun, hingga
usia tahun 2015 hampir berakhir rupanya pemerintah masih belum menerapkan
aturan tersebut. Karena sistem penggajian tunggal merupakan amanat
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) maka penerepan UU tersebut tinggal
menunggu waktu. Apakah Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Kemenpan RB) akan menerapkan tahun 2016, belum ada informasi yang
jelas. Mestinya pemerintah melalui Kemenpan RB harus menyosialisasikan
kebijakan tersebut khususnya kepada PNS yang akan terkena dampak dari penerapan
aturan tersebut. Jangan sampai ketika aturan tersebut mulai diterapkan muncul
gelombang protes dari PNS guru sebagai salah satu pihak yang akan terkena
dampak penerapan sistem penggajian tunggal. Jika selama ini PNS guru menerima
TPG, maka saat sistem penggajian tunggal diterapkan tunjangan sertifikasi itu
akan dihapus.
Jika benar pemberlakuan sistem
penggajian tunggal akan menghapus TPG dan take
home pay PNS guru mengalami penurunan drastis pasti akan menimbulkan aksi
penolakan dari para guru PNS yang jumlahnya sekitar 1,7 orang. Penulis khawatir
aksi penolakan itu akan memicu gerakan mogok mengajar secara nasional, dan itu
adalah implikasi serius yang harus diantisipasi oleh pemerintah sebelum
merealisasi aturan penggajian tunggal. Jangan sampai tujuan pemerintah melalui
Kemenpan RB untuk menerapkan sistem penggajian tunggal yang muaranya adalah
agar PNS memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat justru menjadi kontraproduktif
akibat ada sebagian PNS justru merasa dirugikan akibat dari penerapan aturan
tersebut.
Proporsi komponen gaji pokok dan
capaian kinerja bagi guru PNS tak begitu penting, karena yang terpenting bagi
guru PNS jumlah uang yang mereka bawa pulang (take home pay) besarnya tidak kurang dari jumlah gaji mereka
ditambah dengan satu kali gaji pokok. Pemberian tambahan TPG bagi guru yang
telah lulus sertifikasi merupakan realisasi UU Guru dan Dosen. Saat muncul
kebijakan baru, sementara UU yang lama masih berlaku dan memiliki kekuatan
hukum dilaksanakan maka rentan muncul penolakan oleh guru PNS yang selama ini
merasakan “nikmatnya” tambahan penghasilan melalui TPG.
Niat
baik pemerintah untuk mengapresiasi PNS yang memiliki kinerja baik dengan
memberikan reward yang lebih besar
daripada PNS yang malas tentu kita sambut positif. Demikian juga guru PNS, guru
yang rajin dan berdedikasi tinggi akan mendapat penghargaan dalam bentuk
penghasilan yang lebih dari pada guru yang jarang masuk, mengajar seenaknya,
dan tak berprestasi. Mudah-mudahan aturan yang tengah disiapkan pemerintah
berkaitan kebijakan penggajian tunggal, yang berangkat dari keinginan meningkatkan kualitas
kinerja PNS tidak akan sedikitpun merugikan guru.
Penulis
sepakat jika PNS termasuk guru di dalamnya yang memiliki kinerja baik akan
mendapat penghasilan lebih dalam bentuk tunjangan kinerja. Azas keadilan dalam
penggajian adalah tuntutan terhadap peningkatan kualitas dan kinerja PNS. Gaji
PNS yang rajin dengan yang malas mestinya memang harus berbeda. Bila selama ini
antara yang rajin bekerja dengan yang rajin main catur di jam kerja gajinya
sama saja. Saatnya pemerintah menghargainya PNS yang berkinerja baik.
Kita
respek terhadap sikat ketua PB PGRI Sulistyo selama ini memperjuangkan nasib
guru agar kesejahteraannya lebih baik. Banyak statemen ketua PGRI yang
memposisikan membela guru. Mudah-mudahan suara ketua PGRI ini masih di dengar
oleh pemerintah sehingga aturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah tidak
merugikan guru, aturan penggajian yang berkeadilan dan tidak melanggar UU Guru
dan Gosen. Semoga ! (Wahyudi Oetomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar