Saat saya
ditawari oleh seorang teman untuk menjadi DF (District Facilitator) dari DBE 3 (Decentralized Basic Education), saya ragu untuk mengiyakan karena
saya belum tahu apa itu program DBE 3, maklum saya bukan guru dari sekolah mitra
DBE 3. Setelah diyakinkan oleh teman saya bahwa akan banyak manfaat yang
diperoleh jika mengikuti program-program DBE, akhirnya saya mengiyakan dan
bersedia menjadi salah satu DF mata pelajaran IPA Kabupaten Bangkalan, Jawa
Timur.
Saat mengikuti ToT (Training of Trainer) untuk pelatihan
BTL2 (Better Teaching and Learning 2) saya menemukan ada yang berbeda dibandingkan dengan
pelatihan-pelatihan lain yang pernah saya ikuti. Jika mengikuti pelatihan lain
sering muncul rasa kantuk ketika di dalam ruangan, pada pelatihan ToT BTL2 saya
tidak sempat mengalami itu. Peserta pelatihan termasuk saya tidak sempat
mengalami rasa kantuk karena setiap sesi kegiatan menuntut semua peserta untuk
aktif bergerak, berdiskusi, menempel karya, dan kunjung karya ke kelompok lain.
Saya baru tersadar bahwa kegiatan
pembelajaran yang saya lakukan selama ini jauh dari ideal. Saya jarang sekali
menerapkan pembelajaran kooperatif, mengajukan pertanyaan tingkat tinggi,
mengaapresiasi karya siswa, atau melakukan refleksi setiap akhir pembelajaran.
Pelatihan BTL2 telah membuka kesadaran saya bahwa saya harus berubah.
Melakukan perubahan adalah sebuah
kata kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Jika selama ini kita merasa
nyaman dengan metode pembelajaran kita yang konvensional, paradigma itu harus
segera berubah. Jika selama ini pembelajaran kita di kelas masih teacher center, mulai hari ini harus
mengubahnya menjadi siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Pembelajaran kita di kelas harus kontekstual
dengan kehidupan sehari-hari. Karena jika pembelajaran kita di kelas hanya
teoritis verbal belaka, pembelajaran itu kurang bermakna.
Saya beruntung masih memiliki
kesempatan mengikuti kegiatan pelatihan Pembelajaran Bermakna 3 (BTL3), dan
semakin lengkaplah modal saya untuk menciptakan pembelajaran yang ideal di
dalam kelas. Tambahan pengetahuan tentang pemetaan kurikulum, pembuatan lembar
kerja, rubrik penilaian, jurnal belajar guru dan siswa, pemajangan karya siswa,
serta refleksi guru melengkapi pengetahuan yang saya peroleh di pelatihan
BTL2. Ternyata, pembelajaran saya di
kelas selama ini masih jauh dari pembelajaran ideal.
Meskipun saya berasal dari sekolah
non mitra DBE, ada keinginan yang kuat untuk mengadopsi semua yang saya peroleh
selama mengikuti kegiatan DBE dan diterapkan di sekolah saya, minimal di kelas
yang saya ajar. Saya mengamati sebagian besar guru, mungkin termasuk saya,
masih menerapkan pola pembelajaran konvensional, yang berpusat pada guru.
Jika kita bermimpi kualitas
pendidikan kita sejajar dengan negara lain, bahkan lebih unggul maka mengubah
paradigma lama praktik pembelajaran kita di kelas menjadi pembelajaran yang
menyenangkan dan berpusat pada siswa
adalah kebutuhan yang tidak bisa di tawar. Jika kita tidak mau berubah maka
kualitas pembelajaran kita tidak akan memberikan kontribusi yang berarti bagi
peningkatan kualitas pendidikan nasional. Kalau tidak sekarang kapan lagi.
(Wahyudi Oetomo, SPd. DF mata pelajaran IPA Kab. Bangkalan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar