Setiap tanggal 12 Juli kita selalu
memperingati hari koperasi, dan saat itu pula kita diingatkan jasa Bapak
Koperasi Indonesia, Drs. Moh. Hatta. Berbagai seremonial dilakukan untuk
memperingati hari koperasi, mulai dari upacara, lomba-lomba, hingga seminar.
Pada saat yang bersamaan kita disadarkan bahwa
banyak orang memperoleh manfaat dari keberadaan koperasi.
Kehadiran
koperasi sangat membantu menopang kebutuhan finansial keluarga anggotanya. Saat
anggota koperasi memerlukan dana yang tidak terlalu besar dan bersifat mendadak
maka koperasi sering hadir sebagai “dewa penyelamat”. Dengan jasa yang tidak
terlalu besar dibandingkan perbankan, serta diakhir tahun mendapat sisa hasil
usaha (SHU), koperasi mampu menjadi pilihan utama dalam hal pendanaan bagi anggotanya.
Koperasi
tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang paling kuat menghadapi krisis ekonomi.
Saat banyak perbankan runtuh ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998,
koperasi tampil sebagai kekuatan ekonomi yang mampu eksis menghadapi berbagai
macam tantangan eksternal. Memang ada koperasi yang akhirnya rontok dan bubar,
namun itu terjadi akibat ulah oknum pengurus yang melakukan penyimpangan .
Dunia
koperasi sempat “galau” dengan hadirnya UU Koperasi No.17 Tahun 2012, menggantikan UU
Koperasi sebelumnya yaitu UU Koperasi
No. 25 Tahun 1992. Kegalauan pegiat koperasi terhadap UU baru tersebut
berpangkal dari beberapa pasal dalam UU baru
tersebut yang dikhawatirkan menyebabkan koperasi kehilangan jatidirinya,
dan merubah koperasi menjadi badan yang hanya berorietansi pada modal dan
bisnis, aspek kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi dikhawatirkan menjadi hilang.
Ditengah
kegalauan itu beberapa orang pegiat koperasi dari Jawa Timur mengajukan uji
materiel UU No. 17 Tahun 2012 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui
proses yang panjang akhirnya MK memutuskan untuk mencabut UU No. 17 Tahun 2012
secara keseluruhan dan memberlakukan kembali UU No. 25 Tahun 1993 hinggal lahir
UU yang baru.
Kontribusi
Guru Bagi Perkembangan Koperasi
Ketika
berbicara koperasi dan guru, maka ada sinergi yang tidak bisa dipisahkan. Koperasi
dan guru telah membentuk pola simbiosis mutualisme, keduanya sama-sama memperoleh
keuntungan. Kehadiran koperasi bagi kebanyakan guru sangat terasa
manfaatnya, sedangkan bagi koperasi kontribusi
guru baik sebagai anggota, pengurus dan pengawas telah membuat koperasi tetap
eksis dan tumbuh kian besar.
Hampir
semua sekolah memiliki koperasi pegawai, baik yang sudah berbadan hukum maupun
yang belum. Koperasi yang tidak berbadan
hukum biasanya berwujud koperasi simpan pinjam dan saat modalnya mulai membesar,
sebagian modalnya kadang diserahkan kembali kepada anggotanya agar resiko
terjadinya penyimpangan dan kredit macet menjadi kecil. Namun, ada juga
koperasi yang tidak berbadan hukum yang anggotanya guru-guru memiliki omzet
hingga ratusan juta rupiah.
Ada
banyak guru di negeri ini yang memiliki tugas tambahan sebagai pengurus atau
pengawas koperasi. Sebagian besar dari guru-guru itu tidak memiliki pengetahuan
yang cukup tentang akuntansi. Meski begitu, dengan ketekunan dan hati ikhlas
mereka belajar dan pada akhirnya guru-guru tersebut memiliki kompetensi di bidang
perkoperasian. Tak jarang pula akhirnya mereka lahir sebagai praktisi koperasi
andalan dan menjadi “pakar” koperasi di daerahnya.
Menjadi
pengurus atau pengawas koperasi, bagi seorang guru, menurut penulis, lebih banyak sebagai kerja sosial. Honor yang
mereka terima dengan beban tugas yang kerjakan tidaklah imbang. Saat seorang
guru yang merangkap sebagai pengurus koperasi
berhadapan dengan guru lain yang berposisi sebagai anggota yang “nakal”
kerap menimbulkan konflik batin. Akhirnya, banyak guru yang tidak tahan menjadi
pengurus koperasi karena tak mampu untuk selalu berkonflik dengan teman yang
lain dengan alasan menegakkan peraturan yang telah disepakati.
Koperasi
dan Sertifikasi Guru
Bagi guru yang
menjadi pengurus atau pengawas koperasi yang tidak memiliki karyawan sehingga
semua pekerjaan dirangkap oleh pengurus, maka perlu kepiawaian sang guru untuk
membagi waktu antara tugas sekolah yang merupakan tugas wajib dengan tugas
sebagai seorang pengurus atau pengawas koperasi. Sejak program sertifikasi guru
diberlakukan dan guru wajib mengajar minimal 24 jam pelajaran setiap minggu,
hanya sedikit waktu luang bagi guru untuk melakukan aktivitas lain di luar
kegiatan belajar mengajar.
Jumlah
guru yang merangkap sebagai pengurus dan pengawas koperasi di negeri ini pasti
tidak sedikit. Oleh karena itu perlu ada apresiasi dari pembuat kebijakan
terhadap guru yang memiliki tugas ganda tersebut, misalnya mengkonversi jabatan
pengurus koperasi dengan sejumlah jam pelajaran. Bila tidak, jabatan sebagai
pengurus atau pengawas koperasi akan mulai ditinggalkan oleh guru karena
menyita waktu dan lebih memilih fokus dengan kegiatan mengajar. Padahal,
koperasi membutuhkan tenaga dan pikiran guru untuk tumbuh menjadi besar dan
mapan.
Kita semua berharap koperasi sebagai kekuatan ekonomi
yang tahan banting tetap eksis di semua elemen masyarakat, termasuk di
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah). Meski guru sekarang telah memiliki
pendapatan yang besar, namun kehadiran koperasi di tengah-tengah mereka kelihatannya
tetap dibutuhkan. Buktinya transaksi pinjaman guru ke koperasi terus tetap ada.
Itu artinya koperasi masih diperlukan guru, dan koperasi masih membutuhkan
tenaga dan pemikiran guru agar tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang terus
membesar dan mensejahterakan seluruh anggotanya. (Wahyudi Oetomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar