Bangsa kita yang terkenal dengan penduduknya yang
ramah, santun, suka menolong, hormat pada orang yang lebih tua, toleran, dan
sederet sifat yang lain sebagai refleksi bangsa yang berbudi pekerti luhur kini
ditengarai mulai mengalami kemerosotan
budi pekerti. Kini, penduduk negeri ini kerap berprilaku sangat bringas,
destruktif, egois, individualis, intoleran, tak lagi memiliki sopan santun pada
orang yang lebih tua, dan perilaku lain
yang tak mencerminkan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi moral dan budi pekerti luhur. Jika melihat
berbagai fakta kemerosotan budi pekerti
penduduk negeri ini maka penumbuhan kembali nilai-nilai luhur bangsa ini
melalui penumbuhan budi pekerti di sekolah cukup urgen. Jika tidak, negeri ini
terus akan terpuruk karena moral dan budi pekerti rakyatnya terus mengalami
kemerosotan.
Tempat yang
dianggap paling efektif untuk menumbuhkan budi pekerti di dada penduduk negeri
ini dimulai di sekolah. Pencanangan program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) oleh Mendikbud Anies Baswedan salah satu
tujuannya adalah menumbuhkan budi pekerti anak bangsa. Menumbuhkan budi pekerti
anak di sekolah melalui kegiatan nonkurikuler yang sederhana jelas adalah
investasi yang tidak dapat dipetik seketika. Menumbuhkan budi pekerti bisa
diibaratkan menanam pohon berusia tahunan, yang bisa kita rasakan buahnya
setelah bertahun-tahun kita merawat dan menjaganya.
Apa
yang dicanangkan oleh Mendikbud tentang penumbuhan budi pekerti disekolah sejatinya
bukan sesuatu yang baru. Pencanangan program PBP oleh Mendikbud ini menurut penulis adalah upaya menciptakan
momentum baru untuk menggugah kesadaran para praktisi pendidikan dan orang tua
akan perlunya upaya terus menerus menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Jika
kita melihat lingkup kegiatan PBP beserta pengembangannya, terlihat sangat
jelas bahwa tujuh hal dalam lingkup kegiatan PBP adalah kegiatan yang sudah
biasa dilakukan di sekolah. Misalnya, kegiatan berdoa sebelum dan sesudah
pelajaran, melaksanakan upacara bendera, belajar kelompok, pertemuan sekolah
dengan orang tua, menggunakan 15 menit sebelum pelajaran untuk membaca buku
selain buku mata pelajaran, membiasakan penggunakan sumber daya sekolah (air,
listrik, telepon, dan lain-lain) secara efisien, dan mengadakan pameran karya
siswa.
Sebagai
upaya menciptakan momentum agar upaya penumbuhan budi pekerti terus dilakukan
oleh sekolah dan orang tua maka pencanangan PBP melalui Permendikbud No. 23
Tahun 2015 harus tetap disambut dengan positif dan optimis. Gerakan PBP di
sekolah sejatinya telah dilakukan sejak lama dan bersifat rutin. Pertanyaan
yang muncul, jika sekolah sudah sejak lama menerapkan PBP dan rutin, mengapa
moral dan budi pekerti penduduk negeri ini kian hari terus mengalami
kemerosotan? Apa yang salah dengan dunia pendidikan kita?
Sekali
lagi, gerakan penumbuhan budi pekerti adalah investasi jangka panjang. Hasil
usaha penumbuhan budi pekerti baru bisa dilihat setelah melewati rangkaian
proses yang panjang. Tahapan penumbuhan budi pekerti mengikuti alur : diajarkan
– dibiasakan – dilatih konsisten – menjadi kebiasaan – menjadi karakter –
menjadi budaya. Upaya penumbuhan budi pekerti yang berujung pada terbentuknya
individu-individu berbudi pekerti baik tidak mungkin selesai di satu jenjang
pendidikan. Untuk itu, mengukur keberhasilan PBP pada setiap jenjang pendidikan
cukup mengukur proses. Pengawas sekolah bisa melakukan monitoring dan evaluasi
proses berlangsungnya penumbuhan budi pekerti di sebuah sekolah.
Untuk
mengetahui apakah sebuah sekolah telah melaksanakan tujuh langkah upaya
penumbuhan budi pekerti secara konsisten atau tidak, pengawas sekolah dapat
melakukan visitasi “dadakan” ke sekolah
binaannya. Datanglah hari senin pagi untuk mengetahui sekolah tersebut rutin
mengadakan upacara bendera atau tidak, budaya membuang sampah di tempatnya bisa
diamati saat istirahat, untuk mengamati budaya baca lihatlah volume peminjaman buku non pelajaran di
perpustakaan. Menciptakan sekolah sebagai pusat pengajaran dan pusat pendidikan
adalah tugas penyelenggara sekolah dan pengawas sekolah punya kewajiban menegur
kepala sekolah jika proses penumbuhan budi pekerti sebagai bagian dari proses
pendidikan peserta didik tidak berjalan optimal.
Kita
semua pasti sepakat bahwa upaya menumbuhkan budi pekerti yang baik dalam diri
peserta didik perlu dilakukan secara sinergi antara sekolah dengan orang tua.
Konsistensi penanaman nilai-nilai budi pekerti luhur antara sekolah dan orang
tua harus terjaga. Jangan sampai usaha keras dari salah satu pihak untuk
membentuk manusia yang berkarakter dan berbudaya baik dimentahkan oleh pihak
yang lain. Orang tua perlu juga melakukan fungsi kontrol terhadap optimalisasi
usaha sekolah dalam menumbuhkan budi perkerti. Akses orang tua bisa melalui
pertemuan rutin antara sekolah dengan orang tua.
Akhirnya,
kita semua tahu bahwa semua sekolah di negeri ini pasti telah melakukan
berbagai upaya untuk menumbuhkan budi pekerti peserta didiknya, jauh sebelum terbitnya Permendiknas tentang
PBP. Kehadiran Permendiknas tersebut, mari kita sambut dengan prasangka baik
bahwa Mendikbud perlu momentum untuk mengingatkan sekolah dan orang tua bahwa
penumbuhan budi pekerti adalah upaya terus menerus. Investasi jangka panjang
ini akan kita petik di masa depan.
(Wahyudi Oetomo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar